..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Kamis, 15 Mei 2008

TANYA JAWAB SEPUTAR PAJAK

Pada bagian ini, Anda dapat menyampaikan pertanyaan seputar pajak serta kasus-kasus yang sedang Anda hadapi melalui posting pada bagian bawah ini (Komentar). Seluruh konsultasi tentang pajak ini tidak dipungut biaya, alias Anda akan mendapatkan konsultasi pajak gratis.

313 Comments

«Terlama   ‹Lebih tua   201 – 313 dari 313   Lebih baru›   Terbaru»
Anonim

selamat malam pak anto,

saya anita seorang mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai benchmarking pajak, saya mengambil indstri kosmetik untuk perhitungan rasionya dengan klasifikasi lapangan usaha 24242. yang saya tanyakan apakah PT unilever indonesia tbk ini termasuk dalam klasifikasi lapangan usaha pajak indutri kosmetik, saya kurang paham dengan klasifikasi lapangan usaha Pt unilever indonesia Tbk. saya sudah cari peraturan pajak menganai klasifikasi lapangan usaha tetapi untuk Pt unilever ini sangat susah untuk saya masukan dalam klasifikasi lapangan usaha yang mana.
mohon di jawab segera ya pak, karena saya sangat membutuhkan informasinya.

Anto 10 Januari 2014 pukul 18.27

Untuk dapat mengetahui klasifikasi lapangan usaha (KLU), maka Anda harus meminta ijin riset ke PT Unilever Indonesia dan melihat Surat Keterangan Terdaftar perusahaan ini, apakah terdaftar dengan KLU apa.
Sedangkan jika dari sisi bisnis, secara umum sebagaimana yang kita baca dari Laporan Keuangan, perusahaan ini dapat dikategorikan sebagai industri kosmetik

Unknown 11 Februari 2014 pukul 12.49

Mohon jawabanya Pak,
1. JIka PPh 21 karyawan dibayarkan oleh perusahaan (jd gaji karyawan tidak dipotong pajak) apakah karyawan juga mendapat bukti potong?
2. jika tahun 2014 kami baru mneggunakan jamsostek(JKK,JKM,JHT, namun perusahaan ingin merapel jamsostek karyawan tsb di tahun 2013, bagaimana perhitungan PPh 21 nya Pak?
apakah sama dengan perhitungan PPh 21 seperti jamsostek biasa?
Terima kasih,,

bogelsotoi 5 Maret 2014 pukul 20.37

selamat malam Pak Syafri, saya Amir.
ada yg ingin saya tanyakan.
untuk pelaporan spt tahunan untuk
tahun 2013 khususnya untuk wajib pajak
orang pribadi mengingat bulan juli
sudah dikenakan pajak final 1% maka
untuk pelaporan spt tahunannya,penghasilan
brutonya dihitung mulai Bulan Januari - JUni.
Dimana tahun2 sebelumnya saya mengunakan Norma
perhitungan. Yg ingin saya tanyakan penghitungannya
bagaimana Pak. Mengingat tahun2 sebelumnya
penghitungan penghasilan bruto dilakukan dari
Bulan Jan- Des.Bisakan Bapak memberikan contoh
mengisian spt Op untuk tahun 2013 ini?

terima kasih atas jawaban yg akan Bapak berikan

Anonim

Pak Anto, mau tanya. Apakah bukti potong PPh yang tidak dicantumkan nomor NPWP WP yang dipotong tidak bermasalah

bogelsotoi 7 Maret 2014 pukul 15.34

selamat siang Pak Syafri, ada yg ingin saya tanyakan
jika setelah dilakukan penghitungan ternyata penghasilan nettonya kurang dari ptkp (k/2) bagaimana cara mengisi spt op 1770 nya pak?
selama ini sudah dilakukan pembayaran pph pasal 25 sebesar Rp 252 ribu ( Jan-Jun) dan pajak Final 1% sebesar Rp 455 ribu ( Jul-Des).
terima kasih sebelumnya atas jawaban yg Bapak berikan.

Anonim

selamat siang Pak Anto saya Amir, mau nanya ni Pak. waktu saya menghitung penghasilan bruto untuk bulan Juli- Desember ternyata untuk
pajak final 1% nya ada yang kurang saya menyetorkannya. Yg menjadi pertanyaan saya bagaimana saya menyetorkan kekurangannya?. Berapa kode akun pajak dan kode jenis setorannya?
terima kasih.

Anto 10 Maret 2014 pukul 16.40

Pak Amir, untuk menyetorkan PPh Final 1% untuk WP dengan peredaran bruto tertentu kode akun pajaknya adalah 411128 dan kode jenis setoran 420. Kode ini digunakan juga untuk menyetorkan sisa kekurangan.

Unknown 13 Maret 2014 pukul 08.28

Mohon bantuan nya Pak
Saya agak kebingungan dengan mekanisme pembayaran pajak peralihan hak tanah dan bangunan.

Semisal Saya membeli sebidang tanah pada thn 2013 senilai 100JT, dan pembelian tersebut hanya pengikatan Jual beli saja belum di lakukan di depan PPAT, dan setelah saya membeli tanah tsb, saya membangun rumah di atas nya.

Sekarang thn 2014 saya berniat melakukan Akta Jual Beli di PPAT, dan pd 2014 ini NJOP tanah saya 80JT dan bangunan 70JT dengan total tanah dan bangunan menjadi 150JT, dan saya skrng di minta untuk membayar BPHTB yang nilai nya di ambil dari nilai NJOP tanah dan bangunan thn 2014 jd banguan masuk dlm perhitungan BPHTB, di tambah lagi saya harus membayar PPH bangunan yg besar nya 5% dr nilai NJOP bangunan.

Mohon bantuan nya apakah Nilai BPHTB dan PPH bangunan yang di kenakan pada saya itu benar?

Terima Kasih

Anto 20 Maret 2014 pukul 07.13

Menjawab pertanyaan Nurul Fitriah (11 Feb 2014)
1. Bukti potong adalah merupakan bukti pemotongan atas pajak yang telah dipotongkan dari penghasilan. Apabila tidak ada pajak yang dipotong, maka tidak perlu dibuatkan bukti potong. Oleh sebab itu, maka karyawan tidak akan mendapatkan bukti potong.
2.Secara teori tidak ada perlakuan bagaimana untuk menghitung jamsostek yang dibayar mundur. Menurut saya apabila jamsostek dibayar mundur dan hanya porsi JHT yang dibayar perusahaan yang dibayarkan (seharusnya JKK dan JKM adalah merupakan premi Jamsostek yang dibayarkan setiap bulannya, dan merupakan jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian untuk masa yang akan datang). Jadi apabila dibayarkan mundur, maka perhitungan PPh Pasal 21 untuk setiap bulannya dengan adanya perubahan perlakuan pembayaran Jamsostek ini harus dihitung ulang dengan menggunakan formula perhitungan seperti ketentuan yang sudah berlaku. Sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21.

Menjawab pertanyaan Sdr. Amir/bogelsotoi (5 Maret 2014):
Perhitungan PPh Orang Pribadi yang mulai 1 Juli 2013 menggunakan ketentuan dikenakan PPh Final sebesar 1% adalah dengan menghitung peredaran usaha (omzet) yang diterima sejak Januari s.d. Juni 2013 kemudian dikalikan dengan tarif norma penghitungan penghasilan neto lalu dikurangkan dengan PTKP setahun untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak. Kemudian dihitung PPh terutangnya dengan mengalikan besarnya Penghasilan Kena Pajak dengan tarif PPh Pasal 17.
Menyambung pertanyaan pada tanggal 7 Maret 2014:
Apabila penghasilan neto kurang dari PTKP, maka Penghasilan Kena Pajak akan menjadi Nihil sehingga PPh terutangnya pun Nihil. PPh Pasal 25 yang telah disetorkan sejak Januari s.d. Juni akan mengakibatkan terjadinya kelebihan pembayaran PPh.

Menjawab pertanyaan mengenai Bukti Potong PPh yang tidak mencantumkan NPWP:
Bukti Potong yang tidak mencantumkan NPWP karena penerima penghasilan tidak mempunyai NPWP adalah tidak masalah. Hanya saja akan dikenakan dengan tarif yang berbeda dengan tarif umum yang berlaku (untuk PPh Pasal 21 akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi sedangkan untuk PPh Pasal 23 akan dikenakan tarif tambahan 100%)

Anto 20 Maret 2014 pukul 07.21

Menjawab pertanyaan Sdr. Desmond Effendi (13 Maret 2014):
Kasus yang dihadapi oleh Sdr. Desmond inilah yang saat ini sangat sering kita temukan di lapangan. Hal ini akibat dari pengusaha properti/developer tidak diperbolehkan menjual tanah kavling yang tanpa ada bangunannya (UU Pertanahan). Akibatnya trik dari para pengusaha ini yang hanya akan menjual tanah kavling tanpa bangunan adalah dengan menjual tanah yang hanya diikat dengan PPJB dengan syarat pembeli dalam jangka waktu 1 tahun harus mendirikan sendiri bangunan di atas tanah kavling tersebut. Setelah bangunan sudah berdiri di atas tanah tersebut, barulah perusahaan pengembang akan membuat Akta Jual Beli (AJB). Sesuai ketentuan, BPHTB baru akan terutang pada saat terjadinya pengalihan hak atas tanah dan/bangunan. Pengalihan ini baru ditandai dengan adanya AJB. Karena dalam AJB sudah tentu telah dicantumkan adanya penjualan tanah dan bangunan, maka seolah-olah bangunan ini merupakan milik dari pengembang dan akan dialihkan kepada pihak pembeli (padahal yang membangun adalah pembeli). Konsekuensinya, pembeli harus menanggung BPHTB atas tanah ini.

Secara praktek, apa yang terjadi ini menyimpang dari konsep dan ketentuan yang berlaku. Namun karena pengakuan di atas AJB (legal formal) menyatakan bahwa pengembang yang juga "menyerahkan" bangunan, maka BPHTB telah terutang dan harus ditanggung oleh pihak pembeli.

Dwik696

Pak saya tanya
Misalkan saya beli motor seharga 178jt, kapasitas mesinnya 800cc. Jadi berapa yg sya hrus bayarkan setiap tahunnya??

Unknown 28 Mei 2014 pukul 07.44

Selamat Pasi P Syafri, saya ingin bertanya.
Untuk pengisian SSP kode dan jenis setoran pajak apakah yang harus ditulis untuk pembayaran kelebihan pajak keluaran pada pajak masukan.
Terima kasih.

Anto 28 Mei 2014 pukul 08.32

Menjawab pertanyaan Sdr. Dwik696:
Pajak yang Anda tanyakan ini adalah Pajak Kendaraan Bermotor yang wewenang pengelolaannya diserahkan ke masing-masing daerah dan ketentuannya diatur Peraturan Daerah. Besaran pajaknya tentunya akan berbeda-beda antar daerah. Jadi Anda harus cek ke Peraturan Daerah tempat domisili kendaraan Anda terdaftar.

Menjawab pertanyaan Sdr. Lukman Arif:
Yang Anda maksudkan di sini adalah PPN Kurang Bayar yang harus disetorkan atas perhitungan SPT Masa PPN setiap bulannya. Kode penulisan pada SSP adalah:
-Kode Akun Pajak: 411211
-Kode Jenis Setoran: 100

Unknown 16 Agustus 2014 pukul 19.50

Selamat Malam Pak Anto
Saya Syifa
salah seorang rekan saya adalah direktur sebuah CV sebut saja Alex. CV beroperasi sejak 2003, gedung yang dijadikan usaha dibeli atas nama Alex dan di bangun secara bertahap sejak 2005-2007 total biaya 400jt. Pembiayaan bangunan tersebut dilakukan secara urunan antara alex dengan sekutu pasif. Alex juga bekerja freelence dan memperoleh penghasilan dari luar negeri di tahun 2003-2004 sehingga penghasilan tersebut dapat digunakan untuk membangun kantor CV. Namun asset tersebut tidak masuk dalam asset CV juga tidak masuk dalam asset Alex. Alex baru memiliki NPWP tahun 2009. Pada tahun 2011 salah seorang sekutu CV mengundurkan diri sehingga Alex diminta untuk membayar sejumlah tertentu kepada sekutunya dan asset gedung menjadi milik ALEX 100%. Saat ini Alex di minta untuk melakukan pembetulan SPT pribadinya dari tahun 2009-2013 terkait dengan tidak mencantumkan nilai modal di CV (murni ketidak pahaman akan pengisian kolom harta). Alex membayar kepada sekutu pasif sebesar 300jt dan terpaksa meminjam kepada bank di tahun 2011 untuk membayar kepada sekutu pasif.
yang jadi pertanyaan adalah :
a. apakah Alex harus mencantumkan asset gedung tersebut di SPT 2009 dengan harga perolehan di tahun 2005 atau di tahun 2007 (total biaya pembangunan)? atau di tahun 2011 ketika meminjam dana ke bank?
b. Jika KPP/AR menanyakan sumber dana kepemilikan asset tersebut bagaimana menjelaskannya? sedangkan pembelian dilakukan secara urunan. Apakah penghasilan Alex dari luar negeri di tahun 2003-2004 harus di laporkan pula di SPT 2009 dan apakah ada kewajiban membayar pajak atas penghasilan tersebut?
Mohon rekan-rekan dapat membantunya, karena ALEX ingin asset ini bisa masuk dalam pembetulan SPT yang di buat agar tidak menjadi masalah dikemudian hari.
Terima kasih sebelumnya saya sangat berharap bapak memberikan masukan.

Unknown 20 Agustus 2014 pukul 00.59

maaf sy mau tanya, jadi gini temen sy kerja di suatu perusahaan JCO, dia msh berusia 17 thn sedangkan oleh pihak perusahaan harus mempunyai npwp namun persyaratan npwp minimal 18 tahun, tp manajer perusahaan tetap memaksakan untuk mempunyai npwp bahkan manajer perusahaan berkata "kamu nurut aja sm orang kpp nya, udah tau butuh pajak, orang sim aja bisa nyogok(suap) kamunya aja yg bego" berkata kepada teman sy. dan selama teman sy blum memiliki NPWP setiap bulannya akan di potong gaji 300 rb sedangkan gajinya saja 1.200.000. benarkah emang peraturannya seperti itu? kalo benar ataupun salah mohon sarankan gimana solusi terbaiknya? terima kasih :)

Anto 25 Agustus 2014 pukul 08.06

Menjawab pertanyaan Sdri Syifa tgl 16 Agustus 2014:

1. Kasus yang Anda alami ini adalah hal yang sangat banyak terjadi di masyarakat akibat ketidaktahuan mereka dalam melaporkan SPT Tahunan PPh-nya. Seharusnya seluruh penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam suatu tahun pajak, baik itu penghasilan dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan. Karena ketentuan perpajakan di Indonesia menganut prinsip world wide income, yang artinya seluruh penghasilan dari seluruh dunia harus dilaporkan dan hitung kembali jumlah pajak terutangnya. Pajak yang telah dipotong atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak tersebut baik di dalam negeri (yang bersifat tidak final) dan pajak yang diterima di luar negeri dapat dijadikan sebagai kredit pajak pengurang pajak terutang atas seluruh penghasilan tersebut.

2. Untuk pelaporan Daftar Harta dan Daftar Kewajiban yang dimiliki selama suatu tahun pajak, Wajib Pajak harus melaporkan seluruhnya dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan, seperti modal usaha, saham, surat-surat berharga, piutang kepada pihak lain, kas dan bank (tabungan/deposito), investasi, properti, kendaraan, perlengkapan dan peralatan rumah tangga, peralatan dan perlengkapan kerja dan lainnya yang termasuk sebagai kategori harta. Demikian juga seluruh kewajiban yang dimiliki seperti hutang, tunggakan/tagihan kartu kredit dan sejenisnya.

3. Apabila seluruh penghasilan, harta dan kewajiban tersebut telah Anda laporkan dengan lengkap, maka saya yakin bahwa sumber dana untuk perolehan harta akan menjadi jelas dan tidak akan mengalami selisih. Mungkin untuk lebih jelasnya, Anda dapat membaca Artikel mengenai Analisis terhadap Sumber Dana bagi Wajib Pajak Orang Pribadi di Blog saya.

4. Dari cerita di atas, saya menyimpulkan bahwa dana untuk Pembangunan Gedung tersebut adalah berasal dari dana pribadi milik Alex dan para sekutunya. Oleh sebab itu, sebenarnya Gedung ini harus diakui sebagai asset pribadi milik Alex dan para partner sesuai dengan proporsi pembiayaan yang mereka keluarkan. Dan pada saat Alex membayar biaya pembangunan gedung untuk menggantikan bagian yang telah ditanggung oleh partner yang lainnya, maka secara pribadi Alex dapat mengakui Asset Gedung ini seluruhnya.

5. Sehingga dalam melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi milik Alex, maka hal-hal ini harus diperhatikan.

Anto 25 Agustus 2014 pukul 08.28

Menjawab pertanyaan Sdr. Maulana Bayu Febriyanto tgl 20 Agustus 2014:

Seharusnya sesuai dengan ketentuan perpajakan (Pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007) tidak mengatur tentang persyaratan umur bagi orang yang akan mendaftarkan NPWP. Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang telah memenuhi kewajiban pajak subjektif dan objektif WAJIB mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

Ketentuan mengenai kewajiban subjektif dan objektif ini diatur di Pasal 2 dan Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008. Ketentuan subjektif di Pasal 2 disebutkan bahwa setiap orang yang tinggal di Indonesia (dalam hal ini seorang bayi yang merupakan WNI yang baru lahir di Indonesia pun sudah dapat dikategorikan sebagai orang yang tinggal di Indonesia dan memenuhi kewajiban pajak subjektif). Dan apabila orang yang telah memenuhi syarat subjektif serta memiliki penghasilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4, maka orang ini sudah dapat dikategorikan memenuhi ketentuan subjektif dan objektif sehingga Wajib untuk memiliki NPWP.

Jadi rekan Anda yang telah bekerja ini (tentunya adalah WNI) dan telah memperoleh penghasilan, walaupun usianya baru 17 tahun, sudah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP.

Sebagai persyaratan untuk menunjukkan bahwa rekan Anda ini telah memiliki kewajiban pajak objektif, maka mintalah surat pengantar dari perusahaan yang menyatakan bahwa rekan Anda ini telah menerima penghasilan di atas PTKP sehingga wajib dikenakan PPh. Persyaratan ini dapat dilampirkan dalam surat permohonan pendaftaran NPWP.

Memang ada sanksi bagi karyawan yang belum memiliki NPWP, karena potongan PPh Pasal 21 yang dikenakan akan lebih tinggi 20% dari tarif PPh Pasal 21 yang normal.

Anonim

Sumber Penghasilan Dari Domain Reseller ID Termasuk Pekerjaan Bebas Atau Kegiatan Usaha ?

Unknown 27 Oktober 2014 pukul 10.36

selamat pagi pak Syafri.

perusahaan saya adalah perusahaan importir dan disebut sebagai pihak pertama yang mendapatkan kontrak dari pihak ke2 yaitu BP Batam.

karena alasan tertentu pihak pertama pinjam bendera ke pihak ke3 untuk kontrak di BP Batam. jadi dalam kontrak tersebut antara pihak ke2 dan ke3. akan tetapi pihak ke3 bukan importir jadi untuk semua barang import di adakan oleh pihak pertama.

barang impor di bagi menjadi sebagai beberapa shipment, ada yang langsung merapat di BP Batam, dan ada yang merapat di Surabaya.

pertanyaan saya bagaimana cara PK yang dikeluarkan oleh pihak ke3?

padahal semua dokumen importir atas nama pihak pertama?

Anto 29 Oktober 2014 pukul 08.37

Menjawab pertanyaan Sdri. Lifiyanti Isneny:
Seharusnya dalam melakukan transaksi, tidak boleh menggunakan sistem pinjam bendera dari pihak yang diikat secara kontrak yang merupakan pelaksana kontrak ke pihak ketiga.

Namun secara teori, transaksi ini dapat dianggap bahwa, kontrak kerja dilakukan antara pihak ke-2 dengan pihak ke-3 (sehingga transaksi penyerahan barang/jasa yang terjadi adalah dari pihak ke-3 kepada pihak ke-2). Dalam transaksi ini, pihak ke-3 membuka Faktur Pajak ke pihak ke-2 dan faktur pajak ini menjadi pajak masukan bagi pihak ke-2.

Atas transaksi impor, maka pihak ke-3 melakukan kerja sama dengan membeli barang yang diimpor oleh pihak ke-1 (dianggap sebagai pembelian lokal). Pihak ke-1 mengimpor barang dan PPN impor atas impor barang ini menjadi pajak masukan bagi Pihak ke-1.

Ketika Pihak ke-1 menyerahkan (menjual) barang impornya ini ke Pihak ke-3, maka Pihak ke-1 membuka Faktur Pajak serta memungut PPN ke Pihak ke-3 dan bagi Pihak ke-3, Faktur Pajak ini adalah sebagai Pajak Masukan. Namun sebagai catatan, penjualan barang dari Pihak ke-1 ke Pihak ke-3 harus diperlakukan sebagai transaksi jual beli secara umum dimana Pihak ke-1 akan mengambil margin keuntungan yang wajar dari hasil penjualannya tersebut.

Apabila transaksinya sesuai dengan teori yang saya jelaskan ini, maka hal ini tidak akan menjadi permasalahan.

Anto 29 Oktober 2014 pukul 08.42

Menjawab pertanyaan tentang Penghasilan Dari Domain Reseller ID:
Apabila penghasilan ini diperoleh dari kegiatan untuk melakukan transaksi jual beli atau kegiatan usaha, maka dapat dikategorikan sebagai Penghasilan dari Kegiatan Usaha. Namun apabila penghasilan yang diterima dari kegiatan ini Anda memperoleh komisi, maka penghasilan ini dapat dikategorikan sebagai Pekerjaan Bebas.

Anonim

Pak saya mau tanya
1. Apa peraturan pajak mengenai usaha warung tegal ?
2. Bagaimana carany menemukan jurnal tentang usaha warung tegal?
terima kasih

Unknown 2 Maret 2015 pukul 11.52

mohon infonya ,untuk pph 21 dan pajak progresif untuk marketing property ( sebagai pegawai tetap )
terimakasih

Anto 3 Maret 2015 pukul 09.32

Menjawab pertanyaan tentang ketentuan pelaporan pajak untuk usaha Warung Tegal:
Bagi Wajib Pajak yang peredaran usaha dari Warung Tegal dengan Peredaran Usaha (Omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar setahun, akan dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet setiap bulannya sesuai dengan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 (ketentuan dan artikel terkait ini dapat dipelajari di sini).
Untuk masalah pembukuan/penjurnalan, mungkin Anda dapat menjelaskan lebih detail apa yang akan dibukukan dan lebih baik secara langsung atau melalui email.

Menjawab pertanyaan Sdri. Mira Arkadena tentang perhitungan PPh Pasal 21 untuk marketing properti sebagai pegawai tetap, contohnya dapat dipelajari di sini

Anonim

Selamat pagi pak,
Saya ingin menayakan untuk sewa kapal apakah di kenakan pph 23 atau pph final pph pasal 15, kami perusahaan pelayaran yang mempunyain SIUPAL(ijin usaha pelayaran) dan kami menyewakan kapal berserta ABK dan maintance dari pihak kami jadi customer hanya memakai kapal saja. kami pun berangkat dari pelabuhan di indonesia dan ada surat kepelabuhan dan surat sandar yang di terbitkan syahbandar.

Admin 2 April 2015 pukul 12.43

apakah semua perusahaan menerapkan sistem pph 21 ?? dan kalaupun perusahaan itu tidak menerapkan pph 21, bagaimana dengan karyawanx yg kena wajib pajak jika ingin lapor spt tahunan, sementara bukti pph 21 hrs dilampirkan !!

Anonim

Selamat Siang Pak
Mohon penjelasannya Pak, apakah uang bantuan atlet per bulan dengan nominal antara Rp.750.000,- sd. 1.750.000,- untuk masing-masing atlet dan pelatih dikanakan pajak?
Bagaimana cara perhitungannya?
APakah memperhitungkan PTKPnya?
Terimakasih

Anonim

Selamat siang Pak Anton,
Saya memiliki NPWP sejak tahun 2005 sampai2007 saya selalu menyampaikan SPT Tahunan saya. Bulan Desember 2008, saya kerja di perusahaan A (di lokasi terpencil). Akhir April 2009, saya dikirim fotokopi bukti potong tapi tanpa tanda tangan pemotong pajak dan cap perusahaan danpotongan PPH 20 % (bukan 10 %, perusahaan A tidak pernah meminta no NPWP saya). Akhir November 2011, saya berhenti perusahaan A dan pindah ke perusahaan B (beda perusahaan) mulai awal Desember 2011. Selama di perusahaan A, saya belum mendapatkan bukti potong 1721 A1 (kecuali tahun 2009 tidak lengkap dan utuh) dari tahun 2009 sampai 2011 ( saya ditempatkan di daerah terpencil ). Untuk perusahaan B, SPT setelah tahun 2011 sudah diberikan dengan potongan 10 % (Perusahaan B sudah meminta No NPWP dari awal masuk). Pada pertengahan tahu 2011, orang tua saya membelikan mobil atas nama saya dengan dibayarkan penuh oleh mereka ( posisi uang tunai saya setara kas seharga mobil tersebut ). Oleh karena sejak perusahaan A belum memberikan bukti poting tersebut , maka saya tidak bisa membuat dan melaporan PT Tahunan sejak tahun saya bekerja di perusahaan A, krn untuk SPT tersebut harus disertai oleh bukti potong, sedangkan saya juga tidak mendapatkan slip gaji, karena selain gaji pokok masih ada tunjagan daerah yang berubah-ubah.

Pertanyaan saya :
1. Saya sudah mencoba meminta bukti potong tersebut sampai tahun ini, namun belum diberikan bukti potong tersebut, sehingga saya sampai kini tidak bisa melaporkan dan membuat SPT Tahunan.
Apa yang harus saya lakukan, khususnya bila ada pemeriksaan pajak ? Apakah memang ada sanksi yang dapat memaksa agar perusahan A wajib memberikan bukti potong dari tahun dimana saya bekerja ?
2. Apakah akan bermasalah saya mempunyai NPWP tp perusahaan A melakukan pemotongan 20 % karena dianggap tidak mempunyai NPWP ( karena tidak pernah meminta no NPWP saya) ?
3. Mengingat tahun 2011, tersebut ada 2 pemberi kerja, bagaimana dalam laporan SPT ? Karena adanya ketidaksesuaian pada tahun 2011 potongan pajak 20 % di A dan di B tidak dikenakan potongan (krn sebulan kerja dan dibawah PTKP) ? Untuk setelah tahun 2011 tidak masalah karena PPH potong 10 %.
Bagaimana pendapat pak Anto untuk solusi masalah di atas.

Bersambung . . . . .

Anonim

. . . . .Sambungan
4. Tahun 2012, saya membeli tanah. Apakah ini akan bermasalah dengan denda, mengingat saya belum dapat melaporkan SPT dari tahun 2011 sampai sekarang bila dikemudian hari saya memasukkan SPT Tahunan ?
5. Bagaimana solusi untuk mobil, dimana pembayaran dilakukan oleh orang tua saya namun atas nama saya agar saya bisa mempergunakan. Apakah itu termasuk bantuan vertikal dari orang tua atau hibah ? Apakah harus dibuatkan akta Notaris mengngat bukan harta tidak bergerak mengingat transaksi tahun 2011 ? Apakah masalah ini akan menyeret orang tua saya dalam hal pemeeriksaan pelaporan SPT Tahunannya , yang mungkin tidak melaporkan bantuan untuk pembayaran untuk mobil anaknya di form 1770 S ?
6. Apakah saya dikenakan sanksi bunga akibat adanya Pajak Kurang Bayar dalam kasus ini akibat kasus ini selain denda tertunggaknya pelaporan SPT Tahunan saya bilas saya sampaikan ?
7. Apakah kita bisa meminta keringanan atau pengampunan semacam Tax Amnesti dalam kasus ini khususnya pelaporan SPT Tahunan sebelumnya ?

Saya juga sebagai manusia punya ketakutan bila meghadap ke kantor pajak, dan bila AR tidak dapat memberikan jawaban dan solusi hasil memuaskan ( misalnya, masukkan saja SPT dan tunggu Surat Tagihan atau pengadilan pajak ). Apalagi dengan adanya denda yang besar dan pidana, serta penyitaan paksa atas semua jerih payah saya selama ini.

Mohon pencerahan dari pak Anto atau dari lainnya karena saya ( dan juga wajib pajak perorangan yang lain juga ) adalah wajib pajak perorangan yang kurang paham dengan pajak ditengah kegalauan .

Demikian mungkin kasus saya dapat menjadi terang bagi Wajib Pajak lainnya yang mempunyai kasus serupa.

Terima kasih sebesarnya sebelumnya untuk respon pak Anto untuk masalah dan kegalauan yang saya hadapi ini.

Anonim

Siang Pak,
Mohon advicenya :
Bagaimana Aspek Pajak dari Agen Elpiji 3 Kg ( Bersubsidi) baik dari PPN maupun PPhnya seandainya HET tidak sama dengan HET sbg DPP PPh 22, Terima kasih

Unknown 23 April 2015 pukul 15.40

saya ingin menanyakan apakah bunga deposito pemda di kenakan pajak atau tidak mohon penjelasan.

Anonim

Selamat siang Pak Anton,


Saya selama ini bingung dengan masalah yang mengganjal pikiran saya. Maaf bila isi terlalu panjang, dan ini mungkin dapat menjadi studi kasus bagi wajib pajak perorangan lainnya.

Saya sudah memiliki NPWP sejak tahun 2005 dan selama itu sampai 2007 saya selalu menyampaikan SPT Tahunan saya.
Bulan Desember 2008, saya mulai bekerja di perusahaan A, kebetulan saya di tempatkan di daerah terpencil.
Pada bulan April 2009, saya dikirimkan (mendapat dilokasi saya kerja di daerah ) fotokopi bukti potong tapi tanpa tanda tangan pemotong pajak dan cap perusahaan. dan pemotongan itu dilakukan 20 % ( dianggap tidak memiliki NPWP dan mereka tidak pernah meminta nomor NPWP saya selama berada di lokasi daerah saya bekerja).
Tahun 2011 bulan akhir November , saya mengundurkan diri dari perusahaan A dan pindah ke perusahaan B (tidak ada sangkut paut dengan perusahaan A) mulai awal Desember 2011.
Selama di perusahaan A, saya belum mendapatkan bukti potong 1721 A1 (kecuali tahun 2009 tidak lengkap dan utuh) dari tahun 2009 sampai 2011 ( saya ditempatkan di daerah terpencil ).
Untuk perusahaan B, SPT pada tahun 2011 sudah diberikan dengan potongan 10 % ( dicantumkan NPWP oleh karena perusahaan B sudah meminta No NPWP dari awal masuk).

Pada pertengahan tahu 2011, orang tua saya membelikan mobil atas nama saya dengan dibayarkan penuh oleh mereka ( posisi uang tunai saya setara kas seharga mobil tersebut ).

Oleh karena sejak perusahaan A belum memberikan bukti poting tersebut , maka saya tidak bisa membuat dan melaporan PT Tahunan sejak tahun saya bekerja di perusahaan A, krn untuk SPT tersebut harus disertai oleh bukti potong, sedangkan saya juga tidak mendapatkan slip gaji, karena selaian gaji poko masih ada tunjagan daerah yang berubah-ubah.

1. Apakah yang harus lakukan bila perusahan tersebut tetap tidak memberikan bukti potong ?

2. Bagaimana solusi masalah di atas ?

Terima kasih.

Anonim

selamat siang Pak Anto,

saya ingin bertanya, kebetulan saya ingin melakukan pembetulan terhadap laporan SPT Tahunan OP milik saya tepatnya pada bagian daftar harta. karena pada tahun 2014 kemaren ada harta berupa tanah yang belum saya laporkan. untuk melaporkannya, apa saja yang harus saya koreksi Pak? perlu dicatat bahwa saya membeli tanah tersebut dari uang simpanan yang sudah saya laporkan pada SPT Tahunan tersebut.

Terima kasih

yenny 18 Mei 2015 pukul 12.59

saya mau tanya, jika terjadi kesalahan penulisan pada kolom kode akun pajak dan kode jenis setoran , apakah bisa dilakukan pembetulan?
terimakasih atas bantuannya.

Anonim

kalau misalkan bulan juli saya ada kurang bayar 1000.000 ternyata ada koreksi otomatis saya harus melakukan pembetulan nah setelah pembetulan , ppn nya jadi lebih bayar, yang mau saya tanyakan apakah ppn yang telah dibayar bisa dipindah bukukan ke masa pajak selanjutnya atau di bagaimanakan ?

Anto 20 Mei 2015 pukul 09.14

Akibat kesibukan penulis, mengakibatkan banyak sekali pertanyaan dari Pembaca Setia Tax Learning yang tidak sempat dijawab. Berikut 11 comment dari para Pembaca Setia Tax Learning di atas ini akan penulis jawab satu persatu.

1. PPh Final Pasal 15 atas Jasa Pelayaran secara teori hanyalah dikenakan atas penyerahan jasa angkutan pelayaran dimana pihak penyedia jasa pelayaran memberikan jasa angkutan barang dan penumpang berdasarkan rute yang telah ditetapkan dan melayani dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya dan memiliki SIUPAL. Pengguna jasa tidak dapat menentukan jalur atau rute yang akan ditempuhnya tetapi berdasarkan rute dan jalur pelayaran yang telah ditetapkan dan berjadwal. Sedangkan jika untuk sewa kapal yang dikuasai oleh pihak penyewa (pengguna jasa) dan sewa baik berikut awak kapal maupun tidak termasuk awak kapal adalah termasuk ke dalam pengertian jasa sewa sebagaimana diatur dalam PPh Pasal 23, sehingga menjadi objek PPh Pasal 23. Namun prakteknya di dunia pelayaran, asosiasi pelayaran tetap bersikukuh bahwa jasa persewaan kapal ini termasuk sebagai Jasa Pelayaran yang dikenakan PPh Final Pasal 15.

2. Sesuai ketentuan, setiap perusahaan sebagai pemberi kerja memiliki kewajiban untuk memotong PPh Pasal 21 dan menyetorkannya ke Kas Negara serta memberikan bukti potong PPh kepada karyawannya. Namun prakteknya masih ada perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji kepada karyawannya ini. Akibatnya karyawan yang bersangkutan akan menemui kesulitan apabila akan melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi miliknya karena tidak ada bukti pemotongan PPh. Secara teori yang dapat dilakukan adalah karyawan tersebut harus melaporkan dan menyetorkan sendiri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima dan tidak dipotong PPh Pasal 21 ini. Yang menjadi masalah adalah sering kita temui pada saat melaporkan SPT ke kantor pelayanan pajak, untuk penghasilan gaji ini harus melampirkan bukti pemotongan PPh atau bukti pembayaran gaji, namun bukti ini tidak dapat diperoleh oleh karyawan yang bersangkutan.

3. Uang bantuan untuk atlet ini merupakan objek PPh Pasal 21. Apabila uang bantuan atlet ini diberikan oleh pihak yang juga membayarkan penghasilan rutin setiap bulannya kepada atlet, dan atlet ini dikategorikan sebagai pegawai tetap oleh si pemberi penghasilan ini (misalnya di suatu klub olahraga), maka uang bantuan ini akan dihitung menjadi satu dengan penghasilan rutin bulanan yang diterima oleh atlet dan dikurangi PTKP (mengikuti ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 sebagai pegawai tetap). Namun apabila uang ini dibayarkan oleh pihak yang tidak "mempekerjakan" atlet ini sebagai pegawai tetap, maka uang bantuan ini dipotong PPh Pasal 21 sesuai ketentuan untuk penghitungan PPh Pasal 21 untuk bukan pegawai yaitu: Penghasilan Bruto (uang bantuan) x 50% x tarif progresif PPh Pasal 17. Apabila atlet yang bersangkutan tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal21nya lebih tinggi 20% sehingga rumusnya menjadi: Penghasilan Bruto (uang bantuan) x 50% x tarif progresif PPh Pasal 17 x 120%.
(...bersambung)

SD NEGERI SITANGGAL 04 23 Mei 2015 pukul 07.26

bolehkan pph 21 atas honor-honor digabung jadi satu ? misalnya honor pembinaan eskul kepramukaan, drumband dll ?

Anto 29 Mei 2015 pukul 10.03

(...sambungan)
4. Untuk pelaporan penghasilan yang diperoleh dari gaji sebagai karyawan di suatu perusahaan, maka Anda harus melampirkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21. Untuk kasus di draft bukti potong tahun 2008 yang menggunakan tarif PPh 20% dan tidak ada tandatangan dan cap perusahaan pemotong pajak, PPh yang dipotong berdasarkan bukti potong yang tidak ditandatangan tersebut tidak dapat seharusnya tarif PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap bukan 10% namun berdasarkan tarif progresif Pasal 17, yang terdiri dari 5%, 15%, 25% dan 30%. Sedangkan yang Anda maksud “dipotong 20%” adalah dipotong dengan tarif 20% lebih tinggi dari tarif progresif normal).
Saran dari penulis adalah Anda sebaiknya berusaha untuk mengumpulkan bukti pemotongan PPh dari perusahaan lama tempat Anda pernah bekerja. Karena seharusnya mereka masih memiliki arsipnya dan mereka memiliki kewajiban untuk memberikan bukti potong ini ke Anda.

Ketentuan mengenai kewajiban perusahaan sebagai pemberi kerja yang wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada karyawan adalah di Pasal 23 ayat (1) dan (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012:
(1) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.
(2) Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
Namun untuk sanksi bagi perusahaan yang tidak memberikan bukti potong kepada karyawannya tidak diatur.

Untuk kasus jika Anda dipotong PPh dengan tarif 20% lebih tinggi, maka kemungkinan jika dihitung ke SPT Pribadi Anda, maka SPT Anda akan menyatakan lebih bayar. Sedangkan untuk kasus tahun 2011 karena bekerja di 2 pemberi kerja, maka kedua penghasilan ini harus digabungkan dan dihitung ulang PPh-nya dalam SPT Tahunan PPh Pribadi Anda. Karena di salah satu perusahaan tidak terutang PPh, maka menurut saya kemungkinan potongan PPh yang lebih tinggi 20% tidak menyebabkan lebih bayar (walaupun harus dihitung dulu apakah potongan PPh nya sesuai dengan PPh terutang).

Atas pemberian dari orang tua sebagai bantuan untuk membeli bangunan, maka ini disebut sebagai hibah. Sebagai bukti pendukung, maka hibah perlu untuk dibuatkan akta notarisnya. Tentunya hibah dari orang tua ini dapat dicek kesesuaiannya oleh pihak KPP berdasarkan pelaporan dalam SPT Pribadi Anda atas sumber dana yang telah dilaporkan di SPT Orang Tua Anda.

Atas keterlambatan penyetoran pajak dan pelaporan SPT dapat dikenakan sanksi Administratif berupa bunga dan denda. Khusus untuk tahun 2015 ini, Anda dapat memperoleh keringanan dari sanksi ini berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. Sedangkan program Tax Amnesty, sampai saat ini belum ada aturannya, namun wacananya saat ini Pemerintah sedang menggodok aturannya dan kemungkinan akan diberlakukan di tahun 2016 atau 2017. Untuk infonya dapat Anda ikuti terus di blog Tax Learning.


5. Untuk penjualan Elpiji 3kg yang di atas HET, maka atas selisih harga antara harga jual dengan HET harus dikenakan PPN dan disetorkan lagi. Sedangkan untuk PPh, keuntungan yang diperoleh (margin dari selisih harga jual dengan HET) menjadi penghasilan yang dihitung dengan PPh tarif umum.


6. Deposito yang diterima oleh Pemda adalah bukan termasuk penghasilan yang dikecualikan dari PPH, sehingga tetap harus dipotong PPh Final oleh pihak Bank.

(bersambung...)

Anto 29 Mei 2015 pukul 13.15

(...sambungan)
7. Untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh OP karena ada harta yang lupa dicantumkan, Anda cukup melakukan pembetulan pada formulir Lampiran Bagian Harta. Karena tanah yang dibeli ini berasal dari uang simpanan yang telah dilaporkan dalam SPT tahunan, maka Uang simpanan pada SPT yang sudah dilaporkan sebelumnya harus dikurangi sejumlah nilai yang digunakan untuk membeli tanah tersebut, serta menambahkan harta tanah pada SPT Pembetulan dengan mencantumkan tahun perolehan, harga perolehan dan identitas tanah (Nomor Sertifikat, lokasi dan luas tanah). SPT Pembetulan yang dilaporkan ini harus dilampirkan dengan fotokopi SPT awal (SPT Normal sebelum pembetulan) dan bukti tanda terima pelaporannya.

8. Atas kesalahan melakukan penulisan kode akun pajak dan kode jenis setoran pada Surat Setoran Pajak (SSP), Anda dapat membuat surat permohonan untuk melakukan Pemindahbukuan (PBk) atas SSP yang salah disetorkan tersebut ke setoran yang seharusnya. Dalam surat tersebut uraikan identitas yang tertera di SSP yang salah (Identitas penyetor, kode akun pajak dan kode jenis setoran, masa dan tahun pajak, uraian pembayaran, jumlah setoran tanggal setor, NTPN) serta dipindahbukukan ke setoran yang seharusnya (Identitas penyetor, kode akun pajak dan kode jenis setoran, masa dan tahun pajak, uraian pembayaran, jumlah setoran). Lampirkan Lembar ke-1 SSP (asli) yang salah disetorkan tersebut.

9. PPN yang lebih setor karena pembetulan SPT Masa ini dapat dikompensasikan ke SPT PPN Masa pajak berikutnya.

10. Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 ditegaskan bahwa dalam hal dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender.
Oleh sebab itu, apabila pembayaran honor-honor tersebut dilakukan ke satu orang penerima selama satu bulan, maka dapat dijadikan satu bukti pemotongan.

Fina 5 Juni 2015 pukul 14.25

siang pak...

mau tanya, terkait SE26/PJ/2015.

PKP A menerima surat NSFP dari kpp tertanggal 12 januari 2015.
PKP A membuat faktur pajak dengan kode dan no seri 010.000-15.93087215 dgn tanggal faktur pajak 5 januari 2015.

berarti PKP A harus melakukan :
1. faktur pajak tgl 5 januari dgn no seri 010.000-15.93087215 dibatalkan.
2. PKP A membuat faktur pajak yang baru dengan no seri yang sama yaitu 010.000-15.93087215 tanggal faktur pajak 12 januari 2015 atau tgl setelahnya dlm tahun 2015.
----- berarti hanya merevisi tanggal faktur saja kan? di input di pembetulan espt juga hanya merubah tanggal faktur saja kan ya?----------------

--- dari info diatas berarti PKP membuat faktur pajak tidak tepat waktu, karena tanggal penyerahan barang sebenarnya tanggal 5 januari 2015-----

--- PKP A membuat faktur pajak baru dgn tanggal 12 januari nya baru di bulan juni 2015, karena memang PKP A baru mengetahui surat edaran tersebut belakangan ini----
PKP A ini kena Point 7 gak ya pak?

(Point 7 " dalam hal faktur pajak yang tidak tepat waktu dibuat setelah melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat faktur pajak seharusnya dibuat, PKP dianggap tidak menerbitkan faktur pajak").

mohon pencerahannya.
terima kasih

Unknown 8 Juni 2015 pukul 20.37

assalamualkum, saya ingin menanyakan tugas perpajakn dari dosen saya, kasusnya dalam mengisi SPT MASA PPN, apabila mendapatkan keluhan dari customer, kita mengisi SPT di halaman yang mana yah ? B3, B2, B1, A1, A2 ? sekian, terimakasih

Anto 10 Juni 2015 pukul 09.03

Menjawab pertanyaan Ari Nurfina Susanti:
Apabila kesalahan pelaporan pada SPT Masa PPN hanya pada tanggal Faktur Pajak, maka pada SPT Masa PPN pembetulan dibetulkan pada bagian tanggalnya.
Untuk kasus pembetulan Faktur Pajak dengan mengganti tanggal Faktur Pajak seperti di contoh yang disebutkan tersebut memang dapat mengakibatkan bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan menjadi terlambat. Karena tanggal penyerahan seharusnya adalah pada tanggal 5 Januari 2015, namun baru diterbitkan Faktur Pajak pada tanggal 12 Januari 2015, sehingga faktur pajak ini diterbitkan tidak pada waktunya (seperti angka 6 SE-26/PJ/2015) atau baru diterbitkan di bulan Juni 2015, sehingga Faktur Pajak diterbitkan melewati jangka waktu 3 bulan penerbitan (seperti angka 7 SE-26/PJ/2015).

Menjawab pertanyaan Fabi Basyara:
Sepertinya pertanyaan tugas perpajakan Anda ini kurang lengkap, masih dibutuhkan informasi seperti: transaksi ini transaksi penjualan/penyerahan jasa yang dilakukan di dalam daerah pabean atau di luar daerah pabean), apa keluhan customer tersebut, akibat dari keluhan customer tersebut maka apa permintaan dari customer kepada penjual ini.

Anonim

Selamat Pagi,
Pak saya ingin bertanya tentang Pembukaan Bukti Potong Pph 23. Sanksi apa yang akan diterima perusahaan jika terjadi kesalahan dalam pembukaan nomor Bukti Potong Pph 23. Misalnya : 000001/ABC/PPH23/VIII/2015 (Benar) dan 000001/ABCPPH23/VIII/2015 (Salah). Kesalahan pembukaan no Bukti Potong sudah lebih dari 1Thn saat awal saya berkerja dan baru mengetahuinya saat ini.
Terima Kasih.

Anto 14 Agustus 2015 pukul 22.48

Menjawab pertanyaan tentang salah pembuatan Bukti Potong PPh 23: Apakah maksud pertanyaan ini adalah kesalahan yang terjadi karena penomoran? yang seharusnya diberi nomor "000001/ABC/PPH23/VIII/2015" namun justru kurang ketik lambang "/" sehingga hanya tertulis "000001/ABCPPH23/VIII/2015"? Apabila kesalahan hanya terletak pada pengetikan nomor, sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah. Karena berbeda dengan Faktur Pajak, format penomoran bukti potong adalah diserahkan kepada masing-masing Wajib Pajak sebagai pemotong pajak. Apabila kesalahan penomoran ini menjadi cukup material dan dapat mempengaruhi validitas dari Bukti Potong tersebut, maka langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pembetulan bukti potong.

iLlusion wItHin 7 Oktober 2015 pukul 00.45

hi pak,

mau tanya nih, perusahaan saya berdiri di awal 2015 dan pada bulan ini kami sepakat ingin membubarkan. dalam jangka waktu tersebut kami hanya memiliki satu project senilai 75jt.apakah perusahaan kami dikenakan pajak 1%? karena perusahaan kami belum genap setahun. mohon dibantu ya pak untuk jawabannya.


terima kasih

lmpg 8 Oktober 2015 pukul 01.04

mohon solusina kalo beli batu belah dan pasir kena pajak gak, trmksh.

Unknown 10 Oktober 2015 pukul 15.49

Pak/ibu saya mau bertanya jika suatu perusahaan mengalami kerugian apakah perusahaan itu di kenekan pajak.

Ronny William 29 Oktober 2015 pukul 09.00

Saya seorang pengusaha kost2an. Saya membangun kost2 dgn biaya pinjaman bank (akad kredit tertera jelas utk pembangunan kost). Pendapatan kost asumsi full 7,5jt/bln. Biaya cicilan bank 6,7jt/bln. Yang ingin saya tanya kan apakah pph dr kost dihitung dr pendapatan kotor (bruto) atau pendapatan bersih setelah dipotong cicilan bank (netto)

Anto 29 Oktober 2015 pukul 13.56

Menjawab pertanyaan iLlusion wItHin (7 Okt 2015):
Karena perusahaan (badan) baru berdiri di awal tahun 2015, maka WP badan ini baru dapat menggunakan ketentuan PP 46 ini setelah 1 tahun beroperasi secara komersial. Dan ketentuan dikenakan PPh final 1% baru dapat dimulai pada awal tahun (Januari) 2017. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini. Jadi untuk tahun 2015 masih tetap menggunakan tarif PPh umum (Pasal 17).

Menjawab pertanyaan lmpg (8 Okt 2015):
Transaksi penjualan pasir dan batu belah (yang merupakan hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, sehingga sesuai Pasal 4A ayat (2) tidak terutang PPN.

Menjawab pertanyaan jumardi 17 (10 Okt 2015):
Jika perusahaan rugi dan hasil perhitungan Penghasilan Kena Pajak (setelah koreksi fiskal) adalah juga rugi, maka otomatis tidak akan terutang PPh.

Menjawab pertanyaan Ronny William (29 Okt 2015):
Penghasilan sewa dari kost adalah merupakan penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final yaitu sebesar 10% dari nilai bruto uang sewa. Jadi PPh yang terutang adalah 10% x 7,5 juta.

Unknown 2 November 2015 pukul 21.20

MOHON PENJELASANNYA PAK SOAL PERHITUNGAN PAJAK BUAT KAMI PEMILIK TOKO EMAS DI DESA, Modal kami 40 gram emas x Harga emas Rp. 230.000 per gram = Rp. 239.200.000

Keuntungan kami perhari antara 100.000 sampai 200.000 rupiah karena kami harus bersaing dengan 4 toko emas lain sehingga keuntungan kami hanya bisa maksimal 3% saja dari setiap penjualan, berat sekali rasanya tapi bagaimana lagi kami harus tetap bertahan demi keluarga.

Tolong pak bantuan penjelasannya, Salam hormat kami, DANNY SIAHAAN 0821 3681 9884

Unknown 10 November 2015 pukul 15.14

Dengan Hormat,
Mohon penjelasan kewajiban memungut pajak PPn dari sebuah badan usaha jasa kepada client itu dasar hukumnya apa? Kalau kita tidak mencantumkan didalam quotation kita ttg PPn apakah pada saat invoicing kita berhak meminta pembayarn PPn dari client kita?
Apa yang harus kita lakukan jika client kita menolak membayar PPn dari invoice kita atau client minta sharing 5% - 5% pembayaran PPn ini? Apakah hal itu mungkin dilakukan secara hukum?

salam-imo

anonim 11 November 2015 pukul 09.47

Mohon info.

Kami perusahaan gas di Batam, kami mendapatkan perusahaan yang registrasinya menggunakan perusahaan induk mereka di Singapore. Pertanyaan kami, apakah kami bebankan pajak PPN 10% dengan kasus seperti ini.
Barang yang akan kami supply adalah untuk Muka Kuning dan tidak untuk di export. Mohon saran mengenai hal ini

Unknown 11 November 2015 pukul 17.37

Pak Anto, saya ada pertanyaan. Apakah PER 36 PJ 2015 itu merupakan penegasan atas formulir SPT tahunan WP OP dan Badan yang diatur pada PER-19/PJ/2014?

Devy
Terima kasih.

Unknown 16 November 2015 pukul 17.12

pak saya mau tanya, saya melakukan pembetulan SPT PPN dengan hasil kurang bayar, atas kurang bayar tersebut apakah dapat saya biayakan?

Terimakasih

Anonim

selamat siang pak ,

saya asraini mau bertanya ,
seandainya saya ada menyewa gedung untuk promosi bisnis.
nah yang mengeluarkan bukti potong pph pasal 23 , saya atau pihak yang menyewakan gedung ya pak ?
Mohon penjelasan nya pak ,

Terima kasih sebelum nya

rr 20 November 2015 pukul 10.43

Selamat siang,
Kami badan usaha PKP yang jualan online di Tokopedia, apakah kami harus lapor Ppn nya dan membuat faktur pajak ? sedangkan dari Tokopedianya sendiri belum ada prosedur pembuatan faktur pajak. Jika harus buat faktur pajak tolong dipandu.

Unknown 21 November 2015 pukul 08.57

rekan rekan saya mau bertanya, apabila perusahaan manufaktur yang belum pkp tidak dapat mengkreditkan ppn masukannya, maka ppn tersebut berubah menjadi biaya . apakah biaya ppn dapat ditambahkan ke dalam hpp ?

mohon pencerahannya

Unknown 22 November 2015 pukul 18.34

Mohon info kami baru beli Mobil tahun 2010 seharga 120 jt kami berencana balik nama dan sekaligus perpanjangan kira2 brp Dana yg harus kami siapkan tq

Unknown 24 November 2015 pukul 09.24

pa saya mau tanya, PT A belum PKP tapi selalu menerima pajak masukan dari pembelian karena belum PKP jadi tidak bisa mengkreditkan PPN, pertanyaannya ketika PPN tersebut tidak bisa dikreditkan maka dia berubah menjadi biaya. apakan PPN tersebut bisa ditambahkan sebagai biaya ketika perhitungan hpp? .

Anonim

Selamat sore,
Saya mohon penjelasan apakah istri saya bisa mengisi SPT sebagai NIL (atau tidak ada penghasilan) karena dia sebagai ibu rumah tangga? Saya sendiri status WNA, tinggal dan bekerja di Singapura dan istri saya ikut dengan saya tinggal di Singapura. Kalau bisa isi SPT sebagai NIL, apakah ada syarat tertentu yang harus dipenuhi?
Terima kasih.

Anonim

Selamat pagi pak,
saya ingin berkonsultasi jika ada perusahaan asing yang ingin menanamkan modal dalam bentuk aset tetap (dalam hal ini mesin) apakah terkait transakis ini, dikenakan PPN dan PPh 22 atas impor? dan Jika dikenakan PPN dan PPh 22 impor apakah bisa dilakukan permohonan bebas pajak, apa saja syarat yang diperlukannya ..
terima kasih

Anonim

Pak, saya mau tanya untuk usaha kontraktor jika omzet diatas 4.8m itu pajak nya tetap pph final atau kena tarif lain ?

Unknown 4 Desember 2015 pukul 19.45

Saya seorang karyawan swasta. Saya ingin bertanya jika dikaitkan dengan perpajakan, mana yang lebih baik jika owner dari suatu perusahaan yg sudah berbentuk PT ingin membeli perseroan terbatas, apakah membeli menggunakan nama PT yg sudah dimiliki atau menggunakan nama pribadi tnpa ada embel" dari perusahaan yg dia miliki? Terimakasih

Roimatul Hamidah 6 Desember 2015 pukul 11.41

saya mau tanya,apakah kurs bank indonesia itu merupakan pengali pph ps 22 (CIF) ? mohon direspon.,

andhikasj @yahoo.co.id 10 Desember 2015 pukul 11.06

Saya Andi mau menanyakan seputar pajak.
10 thn yang lalu saya dibuatkan NPWP oleh perusahaan tempat bekerja yang rencananya untuk buat perusahaan baru tetapi belum sampai terlaksana perusahaan sudah keburu bangkrut.
Dan saat ini ada panggilan dari kantor pajak untuk laporan mengenai pajak,
Sbg informasi saat ini saya sdh bekerja pada perusahaan lain dengan gaji Rp.2.500.000 kotor di semarang.
Yang saya tanyakan bagaimana saya laporan ke kantor pajak?

ARIAWAN 14 Desember 2015 pukul 10.23

selamat pagi,
sy mau tanya masalh pph psl 23 atas penghasilan.
pak saya menemui kendala/masalh untuk pemotongan dan pembayaran pph psl 23,perusahaan saya bergerak dibidang kontraktor (PKP) suatu ketika dapat kontrak kerja dgn owner (pkp)nah disaat terjadi pembayaran owner tsb otomatis memotong langsung pph psl 23,nah yg jadi pertanyaan saya apakah pada saat perusahan sy menerima pembayaran dari owner ini,apakh perusahaan saya harus lagi membayarn pph psl 23??apa cukup melampirkan bukti potong yg sdh di potong oleh owner sj pd saat pelaporan pajaknya...mohon dibantu penjelasannya.

terima kasih.
ditunngu jawabannya ...

Unknown 22 Desember 2015 pukul 10.18

Assalamualaikum pak syafri, saya ingin bertanya tentang pengembalian pajak pph 21. Jadi saya ini bekerja di BLU (Badan Layanan Umum) Kemenpera. Selama tahun 2015, mulai dari masa januari hingga november 2015 ini BLU telah menyetorkan pajak PPH 21 sebesar Rp.41.742.564. Pada tahun ini pemerintah ternyata mau menanggungg pajak PPH 21 selama tahun 2015. Dalam hal ini, apakah bisa saya mengajukan restitusi pajak yang telah disetor ke negara? Mohon pencerahannya pak. Terimakasih

Unknown 22 Desember 2015 pukul 11.42

Aslmmm.. bapak mau tanya,, skarang kan sudah ada PP baru th 2015 dengan menggunkan PTKP baru yaitu 36.000.000 setahun,, jika perusahaan sampai november masih menggunakan PTKP lama 23400000. apa konsekuensinya pak?? karena kurangnya informasi dan pengetahuan bagi WP... dan selama ini melaporakan pajak tidak ada masalah dg menggunakan ptkp lama...apakah fiskus bisa langsung mengetahui kesalahan dari WP pak .. terimakasih..

Unknown 7 Januari 2016 pukul 11.14

Selamat siang, saya ingin tanya. Kalau NPWP tidak sesuai dengan domisili saya, apakah itu berpengaruh terhadap gaji yang saya dapatkan? Semisal contoh nih, di KTP saya beralamatkan di solo dan sedangkan domisili saya ada di Surabaya, UMK nya kan terpaut jauh tuh. Nah berpengaruh atau tidak?

Unknown 7 Januari 2016 pukul 11.15

Selamat siang, saya ingin tanya. Kalau NPWP tidak sesuai dengan domisili saya, apakah itu berpengaruh terhadap gaji yang saya dapatkan? Semisal contoh nih, di KTP saya beralamatkan di solo dan sedangkan domisili saya ada di Surabaya, UMK nya kan terpaut jauh tuh. Nah berpengaruh atau tidak?

Anonim

Yth,
Bp. Syafrianto

Saya ingin menanyakan mengenai tata cara pengisian SPT PPh 23 (manual). Bolehkah kita menggabungkan jumlah dalam beberapa invoice kedalam SPT PPh 23? Ataukah Pengisian SPT PPh 23 hanya bisa diisi per invoice?

Terimakasih

Unknown 11 Januari 2016 pukul 18.47

hai saya mau tanya,, mis saya ada usaha, utk faktur masukan sekitar 1m / bulan, bagaimana cara membuat faktur keluaran nya mengingat saya langsung jual ke pedagang dimana mereka tidak mau menyerahkan no npwp krn mereka termasuk toko kecil thk


Anto 11 Januari 2016 pukul 20.54

Berikut ini akan penulis jawab beberapa pertanyaan yang belum sempat dijawab sejak tanggal 2 Nov 2015:

Menjawab pertanyaan Sdr. Danny Siahaan (2 Nov 2015)
Untuk usaha perdagangan emas, apabila omzet setahunnya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar, maka pembayaran PPh-nya adalah dihitung dengan tarif PPh yang bersifat final sebesar 1% dikalikan dengan omzet (peredaran bruto/nilai penjualan kotor) yang diperoleh setiap bulannya. Apabila omzet setahunnya melebihi Rp 4,8 miliar, barulah Anda dapat menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung pendapatan bersih sebagai dasar untuk dikenakan tarif PPh Orang Pribadi (dengan tarif progresif 5%, 15%, 25% dan 30% berdasarkan lapisan besarnya penghasilan kena pajak). Memang apabila dilihat dari kenyataan di lapangan, maka pengenaan PPh dengan tarif sebesar 1% tentunya akan sangat memberatkan bagi Anda yang sesungguhnya keuntungan bersih dari usaha hanya sebesar 3% namun dikenakan PPh final sebesar 1% sehingga seolah-olah tarif pajak yang Anda bayar adalah 33% dari penghasilan neto (padahal jika menggunakan pembukuan, tarif tertingginya hanya 30%). Sehingga terasa bahwa pengenaan PPh final sangat tidak adil.

Menjawab pertanyaan Sdr. Yuka Himawan (10 Nov 2015):
Dasar hukum pengenaan PPN adalah UU Nomor 42 Tahun 2009. Pengusaha yang boleh mengenakan PPN dan memungut PPN hanyalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Untuk dikukuhkan sebagai, terlebih dahulu pengusaha harus mengajukan (mendaftar) diri untuk dikukuhkan sebagai PKP. Setelah dikukuhkan (terdaftar) sebagai PKP, barulah dalam setiap transaksi penjualan, si pengusaha ini mengenakan PPN dan memungut PPN serta membuat Faktur Pajak PPN. Ada sanksi bagi penjual yang belum PKP namun memungut PPN.
PPN adalah merupakan pajak yang harus ditanggung oleh konsumen. Penjual memiliki kewajiban untuk menagih dan menyetorkan PPN yang telah dipungutnya dari pembeli ini ke negara. Apabila penjual tidak dapat menagih PPN atau tidak menyetorkan PPN atas penjualan yang dilakukan, maka penjual dapat dikenakan sanksi dan denda.

Menjawab pertanyaan anonim (tgl 11 Nov 2015) tentang penyerahan gas di Batam: pertanyaannya kurang jelas dan kurang lengkap sehingga sulit untuk dipahami bagaimana bentuk transaksinya. Namun intinya apabila penyerahan gas ini dilakukan dalam daerah pabean, maka atas penyerahan gas tersebut terutang PPN.

Menjawab pertanyaan Sdri. Devy Pusposari (tgl 11 Nov 2015):
PER-36/PJ/2015 adalah merupakan Peraturan Dirjen Pajak yang mengubah PER-19/PJ/2014. Namun yang diubah hanyalah petunjuk pengisiannya saja (beberapa bagian kecil saja). Sedangkan bentuk Formulir SPT-nya masih sama dengan yang digunakan sesuai dengan PER-19/PJ/2014.

Menjawab pertanyaan Sdr. Triokto Tanada (16 Nov 2015):
PPN yang kurang bayar seharusnya bukanlah merupakan beban. Sebenarnya perhitungan PPN Kurang Bayar adalah berasal dari Pajak Keluaran (PK) dikurangi dengan Pajak Masukan (PM). Dalam akuntansi, PK adalah merupakan saldo neraca dan berada di sisi hutang, karena ini adalah hutang pajak bagi si Wajib Pajak yang dipungut dari konsumen dan harus dibayarkan ke negara. Sedangkan PM adalah merupakan saldo neraca di sisi aktiva (pajak dibayar dimuka). Sehingga hasil selisih yang menyebabkan Kurang Bayar seharusnya adalah bersaldo sebagai hutang dan merupakan saldo neraca sehingga tidak dapat dibiayakan (baik secara akuntansi maupun pajak).

Anto 11 Januari 2016 pukul 21.13


Menjawab pertanyaan Sdri. Asrini (tentang pemotongan PPh Pasal 23):
Sewa gedung sebenarnya bukan objek PPh Pasal 23 melainkan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final. Kewajiban untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2) (hal ini juga sama untuk PPh Pasal 23) adalah berada pada pihak pemberi (pembayar) penghasilan. Sehingga dalam kasus Anda ini, PPh atas sewa bangunan harus dipotong oleh pihak penyewa atas pembayaran penghasilan kepada pihak pemilik gedung yang menyewakan. Jadi Anda sebagai pihak penyewa memiliki kewajiban untuk memotong PPh dan membuatkan bukti potong.

Menjawab pertanyaan Sdri. Ratna Rodiyati (tgl 20 Nov 2015):
Untuk transaksi penjualan online di Tokopedia ini saya harus tahu dahulu bagaimana bentuk perjanjian kerjanya. Selain itu saya asumsikan bahwa perusahaan Anda sudah PKP sehingga sudah memiliki kewajiban untuk memungut PPN. Apabila Tokopedia hanya sebagai perantara, dan Anda tetap membuka invoice ke konsumen atas transaksi penjualan tersebut, maka Anda wajib untuk membuat Faktur Pajak ke konsumen. Namun apabila Anda membuat invoice ke Tokopedia (dianggap ada penyerahan penjualan ke Tokopedia), maka Anda harus membuka Faktur Pajak ke Tokopedia.

Menjawab pertanyaan Sdri. Eliyasa Rayandani (21 Nov 2015):
PPN Masukan dari pembelian yang diperoleh pengusaha yang belum PKP dapat dikapitalisasi ke harga perolehan barang. Apabila pembelian barang tersebut terkait dengan barang untuk dijual (inventori), maka PPN atas pembelian ini dapat menambah nilai inventori dan menjadi biaya di HPP.

Menjawab pertanyaan dari Unknown (tgl 22 Nov 2015) tentang dana untuk balik nama dan perpanjangan surat pembelian mobil: mohon maaf pajak kendaraan bermotor bukan merupakan pajak pusat dan tidak dibahas dalam blog ini. Sehingga saya tidak dapat menjawab pertanyaannya.

Menjawab pertanyaan Anonimous tentang pelaporan pajak bagi isteri yang suaminya WNA: Apabila Anda sebagai suami adalah bukan merupakan subjek pajak di Indonesia sehingga tidak ada penghasilan yang dapat dipajaki dan isteri Anda ini sama sekali tidak memperoleh penghasilan (termasuk juga penghasilan dari Anda, maka isteri dapat melaporkan SPT Nihil. Mungkin dokumen yang dapat membuktikan bahwa isteri tidak bekerja atau bahkan tinggal di Singapore ini dapat menjadi pendukung dari laporan SPT Nihil.

Menjawab pertanyaan Anonimous tentang penanaman modal dalam suatu perusahaan dari asing yang berupa aktiva: Pemasukan modal dalam bentuk aktiva ini apabila melalui proses impor, maka tentunya akan terutang PPN dan PPh Pasal 22 Impor. Untuk pembebasannya, dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan untuk mendapatkan surat keterangan bebas dari pemotongan PPh Pasal 22 impor dan PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

Menjawab pertanyaan Anonimous tentang PPh atas usaha kontraktor yang penghasilannya di atas Rp 4,8 miliar adalah tetap dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Jasa Konstruksi.

Menjawab pertanyaan Sdr. Adi Dwiadnyana (tgl 4 Desember 2015): Pertanyaan Anda ini dapat dijawab apabila diketahui apa tujuan dari pembelian PT ini, apa rencana ke depannya. Bagaimana struktur permodalannya, apakah ada kaitannya dengan rencana untuk mendapatkan investor atau kreditor. Sehingga bisa saja pembelian PT dengan menggunakan PT yang telah dimiliki lebih baik, namun di sisi lain bisa jadi dengan nama pribadi adalah lebih baik. Untuk hal ini yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah mempelajari dan melakukan planning dari sisi manajemen.

Menjawab pertanyaan Sdr. Ima WEC2015: Kurs yang dipakai untuk menentukan besarnya pajak yang terutang (termasuk untuk menentukan besarnya PPh Pasal 22) adalah menggunakan Kurs yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (biasa disebut Kurs Menteri Keuangan) dan bukannya kurs Tengah BI.

Anto 11 Januari 2016 pukul 21.37

Menjawab pertanyaan Sdr. Andi (andhikasj @yahoo.co.id):
Penghasilan yang harus Anda laporkan dalam SPT Tahunan Pribadi Anda adalah penghasilan yang setiap tahunnya diperoleh. Seperti dari cerita Anda ini, adalah bekerja sebagai pekerja di perusahaan dengan gaji Rp 2.500.000 per bulan, maka penghasilan dan potongan pajak dari perusahaan inilah yang Anda harus laporkan dalam SPT Anda serta penghasilan lainnya yang masih diperoleh misalkan bunga tabungan di bank. Selain itu harta atau kewajiban (hutang) dalam tahun pajak bersangkutan yang Anda miliki juga harus dilaporkan dalam SPT.

Menjawab pertanyaan Sdr. ariawan gusti:
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 hanya wajib dilakukan oleh pihak yang membayarkan penghasilan kepada Anda. Nantinya pada akhir tahun, dalam SPT Tahunan PPh perusahaan Anda, maka seluruh penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 serta penghasilan lainnya yang tidak dipotong PPh Pasal 23 harus dihitung kembali untuk menentukan berapa besarnya laba bersih dan penghasilan kena pajak. Setelah diketahui besarnya PPh terutang, maka potongan PPh Pasal 23 yang telah dilakukan oleh pihak pembayar penghasilan ini menjadi kredit pajak pengurang atas pajak terutang yang telah dihitung.

Menjawab pertanyaan Sdr. Ikhsan Ridwan:
istilah yang Anda sebutkan bahwa "Pemerintah mau menanggung pajak PPh Pasal 21" mungkin adalah bahwa ada kebijakan bahwa PPh Pasal 21 yang terutang dan telah dipotong dari gaji yang Anda peroleh tersebut akan ditanggung oleh Kemenpera. Namun dalam ketentuan pajak, PPh Pasal 21 tetap terutang atas penghasilan Anda. Dengan demikian, sebenarnya tidak ada istilah terjadi kelebihan bayar pajak dari Anda ke negara (karena hingga saat ini tidak ada perubahan kebijakan pemotongan PPh Pasal 21). Yang ada adalah hubungan Anda dengan pihak BLU Kemenpera dimana saat ini di BLU ada kebijakan membayar PPh Pasal 21 Anda. Sehingga Anda dapat menanyakan ke bagian pembayaran gaji BLU (bendahara gaji), apakah atas perubahan kebijakan ini BLU/Kemenpera akan mengembalikan gaji yang telah terlanjur dipotong pajak yang seharusnya dibayarkan oleh pihak BLU.

Menjawab pertanyaan Sdri. yulia fitra:
Perusahaan harus tetap mengakomodasi perubahan PTKP ini. Apabila baru ditemukan di bulan Desember, maka tetap harus dilakuka penyesuaian perhitungan menggunakan PTKP baru. Karena bila tidak nanti pasti akan ditemukan adanya selisih, apabila para pegawai yang kelak akan melaporkan SPT pribadinya tentu akan menemukan adanya kelebihan potong pajak akibat masih menggunakan PTKP lama.

Menjawab pertanyaan Sdr. Muhammad Nurochim: besarnya UMP atas gaji tidak akan berpengaruh akibat adanya perbedaan alamat di NPWP.

Menjawab pertanyaan Anonymous tentang Pemotongan PPh Pasal 23. Apabila jenis jasa yang merupakan objek PPh Pasal 23 tersebut adalah ke penerima penghasilan yang sama dan dibayarkan pada tanggal yang sama, maka Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dari invoice yang berbeda ini dapat digabungkan menjadi 1 bukti potong. Namun jika penerima penghasilan dan tanggal dalam invoice tersebut berbeda, maka tetap harus dibuatkan Bukti Potong secara terpisah.

Menjawab pertanyaan Unknown January 11, 2016: Saya asumsikan bahwa perusahaan Anda ini sudah dikukuhka sebagai PKP. Pada saat Anda akan membuat faktur pajak ke konsumen kecil ini dan tidak diketahui identitas NPWP-nya, maka Anda dapat membuatkan Faktur Pajak dengan NPWP "00.000.000.0-000.000" namun nama dan alamat yang sebenarnya tetap harus dicantumkan. Namun konsekuensi ketika Anda menerbitkan Faktur Pajak tanpa NPWP, maka apabila kelak pembeli ini melakukan retur, maka retur ini tidak dapat mengurangi PPN-nya.

calon pengusaha 12 Januari 2016 pukul 01.38

Malam pak
Sy bayu,ada yg ingin sy tanyakan mengenai npwp utk usaha/pedagang.sy baru memulai usaha kuliner dengan pendapatan kotor perhari 1 - 2jt dan bila sy ingin mendaftarkan wp ,berapa persen yg harus sy bayarkan pajak pertahunnya.pendapatan 1-2jt belum di potong pembelanjaan setiap harinya.mohon jawabannya

Endah DF 12 Januari 2016 pukul 14.11

mau tanya dong,kalo mau laporin pajak yg tadinya karyawannya 50 orang tapi mau dikurangi menjadi 30 orang kira2 ngaruh enggak ya sama pelaporan pajak nyaa

Anto 12 Januari 2016 pukul 18.31

Menjawab pertanyaan Sdr. Bayu (12 Januari 2016): untuk usaha kuliner (adalah termasuk usaha dagang) yang dilakukan di suatu tempat yang dikhususkan untuk berusaha/berjualan, yang omzet (pendapatan kotor) perharinya sekitar Rp 1-2 juta yang berarti setahun dapat mencapai sekitar Rp 730.000.000 dan jumlah ini masih di bawah Rp 4,8 miliar, maka PPh yang harus Anda bayarkan adalah sebesar 1% dari omzet setiap bulannya (pembayaran pajak dilakukan setiap bulan).

Menjawab pertanyaan Endah DF (12 Januari 2016): Apabila Anda mengurangi jumlah karyawan yang dilaporkan yang seharusnya atas 50 orang, namun hanya dilaporkan 30 orang saja, tentunya ini berpengaruh terhadap jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dan disetorkan. PPh Pasal 21 tentu akan menjadi lebih sedikit. Di sisi lain, dari sisi biaya perusahaan, maka biaya gaji yang dibebankan juga akan menjadi lebih kecil.

Perlu dicatat bahwa tindakan untuk melaporkan objek penghasilan yang tidak sebenarnya ini termasuk ke dalam perbuatan yang dengan disengaja dan merupakan tindakan pidana perpajakan. Dapat dikenakan sanksi pidana apabila menimbulkan kerugian bagi Negara.

Unknown 15 Januari 2016 pukul 16.14

Selamat siang,

Saya mohon penjelasannya soal perpajakan sebagai berikut:
Saya mempunyai toko oli dengan status perorangan dengan omset per tahun sekitar 17M,
berdasarkan rekening koran (tidak ada pencatatan penjualan, semua hasil penjualan disetor ke bank)
semua permodalan berasal dari pinjaman bank dengan biaya bunga sekitar 20jt per bulan.
Bagaimana cara menghitung pajak penghasilan saya? Tanggungan 2 orang.
Pajak jenis apa saja yang harus saya bayar selain pajak penghasilan?
Apabila toko oli saya diganti menjadi CV, dari segi pembayaran pajak,
manakah yang lebih murah bagi saya?
Apabila saya ingin membuka 1 lagi toko, bagimana perhitungan pajaknya?
Atas tanggapannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Unknown 17 Januari 2016 pukul 19.32

Saya mau tanya bagaimana kalo diawal tahun 2016 ini saya lupa meminta no seri faktur pajak? Tapi saya belum menerbitkan faktur pajak nya juga, kemarin saya coba tp berlakunya mulai tgl 16 jan ini, untk yg tgl 4 jan dan 15 nya harus bagaimana?

Anto 17 Januari 2016 pukul 21.00

Menjawab pertanyaan Sdr. Parnell Philander:
Saya mengasumsikan bahwa Anda adalah berdagang oli yang merupakan bengkel dan bukan merupakan agen penjualan pelumas yang dikenakan PPh bersifat final.
Jika memang seperti itu, maka penghasilan Anda ini harus dihitung dengan menggunakan pembukuan,yaitu menyusun akuntansi untuk menentukan laba rugi yang diperoleh selama setahun. Bila Anda menggunakan usaha sebagai orang pribadi, maka PPh yang akan dikenakan adalah dengan tarif progresif yaitu 5%, 15%, 25%, dan 30% setelah terlebih dahulu penghasilan neto dikurangi PTKP. Sedangkan jika menggunakan usaha CV, maka perhitungannya sama seperti usaha orang pribadi, hanya saja tarif PPh-nya adalah 25% tanpa ada pengurangan PTKP. Selain itu, untuk CV dengan peredaran usaha di bawah Rp 50 miliar setahun, maka atas penghasilan kena pajak sebesar Rp 4,8 miliar mendapatkan fasilitas pengurangan 50% sehingga PPh-nya adalah 25% x 50%.

Menjawab pertanyaan Vey:
Apabila Anda baru mendapatkan jatah nomor faktur pajak mulai tanggal 16 Januari 2016, maka Anda tidak boleh menerbitkan Faktur Pajak untuk tanggal sebelum 16 Januari 2016.

Unknown 12 Februari 2016 pukul 11.21

maaf rekan mau tanya, bos saya telat bayar pp 46 dia baru bilang ada omset bulan juni-des 2015. sedangkan ini sudah masuk tahun 2016 . kirakira perlakuan pp 46 nya gmana ya? dibayar perbulan kah? beserta dendanya atau hanya pph yg terutang saja yg disetor?
terimakasi

Anonim

mau tanya rekan , soal pp 46.
bos saya baru mau setor pp 46 untuk masa juni-des 2015. karena udh telat banget itu kira2 bayar nya nanti gimana ya di perbulan kah atau lgsg di rapel ? trus saat setor sudah termasuk denda atau pph yg terutang saja ? trmakasi

Anto 12 Februari 2016 pukul 21.58

Menjawab pertanyaan Sdri. Endah Fitria N (12 Feb 2016):
Setoran PPh final 1% sesuai PP 46 yang sudah terlambat dilakukan (periode Juni s.d. Desember 2015), tetap harus disetorkan per bulannya. Jadi 1 setoran hanya untuk 1 bulan dan tidak boleh digabungkan menjadi 1 setoran sekaligus untuk 7 bulan).

Unknown 27 April 2016 pukul 14.08

selamat sore pak, perusahaan rugi, kemungkinan bisa pph 21 saja. pertanyaan saya " apa sanksi nya bila tidak melakukan pph 21 ?". terima kasih

yani 30 April 2016 pukul 22.24

malam, saya mau konsultasi mengenai permintaan penomoran nsfp, setelah saya lakukan permintaan di e-nofa selalu timbul kalimat "Anda belum melaporkan SPT Masa untuk bulan Februari" sedangkan spt februati sudah kita laporkan dan spt maret juga sudah kita laporkan. apa yang harus kami lakukan?

Anto 2 Mei 2016 pukul 17.44

Menjawab pertanyaan Sdr. Dedy Batola:
Kewajiban melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 bagi Badan (perusahaan) adalah diwajibkan setiap masa walaupun pada masa yang bersangkutan tidak ada pembayaran gaji/honor/upah dan sejenisnya. Walaupun perusahaan dalam kondisi rugi, kewajiban pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 tetap diwajibkan. Apabila tidak dilaporkan maka akan dikenakan Sanksi Administrasi sebesar Rp 100.000 per masa yang tidak dilaporkan.

Menjawab pertanyaan Sdri. Yani:
Kemungkinan bahwa sistem di KPP yang masih belum merekam pelaporan SPT Masa PPN masa Februari (apalagi pada masa tersebut jika dilaporkan secara manual atau melalui Pos). Untuk hal ini, Anda dapat menghubungi Account Representative (AR) yang menangani Anda di KPP tempat Anda terdaftar.

Unknown 19 Juni 2016 pukul 11.32

Selamat Siang
ada yang ingin saya tanyakan mengenai pembayaran PPh Pasal 25 wajib pajak masuk bursa. Menurut Pasal 5 PMK 255/PMK.03/2008 perusahaan diwajibkan membuat laporan keuangan berkala. yang ingin saya tanyakan laporan keuangan berkala seperti apa yang dimaksud peraturan diatas apakah per triwulan, semester? dan adakah peraturan yang lebih mendalam yang mengatur secara spesi

Anto 19 Juni 2016 pukul 21.37

Menjawab pertanyaan Sdri. Mirfa Lailla:
Laporan keuangan berkala yang dimaksud adalah Laporan Keuangan Triwulanan.

Unknown 8 Oktober 2016 pukul 15.00

Pa mau konsultasi, dulu tahun 2009 nama saya dipinjam sebagai Direktur CV S oleh pimpinan saya untuk keperluan tender. Saat itu saya hanya staf admin dan digaji bulanan saja tanpa ada fee/tambahan dari pinjam nama tersebut, walaupun CV S pernah menang tender. Akhirnya tahun 2012 saya mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut. Nah, sekarang ada program Tax Amnesty setelah dicek NPWP atas nama saya ternyata muncul nominal angka pajak cukup besar, padahal saya sudah tidak bekerja lagi. Apakah yang harus saya lakukan untuk program Tax Amnesty ini? Pembubaran CV melalui Notaris, perubahan nama direktur atau bagaimana solusi terbaiknya? Mohon penjelasannya. Trim's.

Taruna Psikologi 12 Oktober 2016 pukul 09.49

Waahh saya masih kurang paham sekali tentang pajak,, perlu banyak membaca referensi juga ini untuk bisa membuat laporan, makalah tentang perpajakan indonesia.. terimakasih pak, ini sangat membantu saya

Anonim

selamat sore pak
saya pupuj ingin menanyakan tentang PM. Misalnya ada PM bulan Januari yg belum terinput apakah PM Januari tersebut diakui jika saya melakukan pembetulan ppn di masa Januari dengan memasukkan PM yg belum terlapor tersebut?
Terima kasih

Anto 14 Oktober 2016 pukul 22.09

Menjawab pertanyaan Sdri. pupuj:
Pajak Masukan (PM) bulan Januari yang belum dikreditkan, masih dapat dikreditkan pada SPT Masa PPN Masa Januari dengan cara melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Januari. Namun apabila tidak dikreditkan di masa Januari, PM yang diperoleh untuk bulan Januari ini masih dapat dikreditkan untuk 3 masa pajak berikutnya (yaitu masa Februari, Maret dan April).

Anto 14 Oktober 2016 pukul 22.21

Menjawab pertanyaan Sdr. Aang Dedy October 8, 2016:
Mohon dijelaskan lebih jelas mengenai hasil pengecekan Anda atas nominal angka pajak yang cukup besar. Apakah terdapat bukti potong PPh atas nama Anda dari pihak ketiga yang selama ini belum pernah Anda laporkan, ataukah selama ini pihak yang meminjam nama Anda melaporkan gaji yang dibayarkan kepada Anda (dari CV) yang cukup besar, namun kenyataannya Anda tidak menerima gaji tersebut?
Apabila Anda memang memiliki harta yang selama ini belum pernah Anda laporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Anda, maka Anda dapat mengikuti program Tax Amnesty.
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat mengirimkan penjelasan atau pertanyaan lebih mendetail ke email saya yang tercantum pada menu Contact Us di bagian atas blog ini.

Unknown 28 Oktober 2016 pukul 10.03

pagi, pak mau tanya. jika bulan juli memotong pph atas pt A 2x karena terdapat kesalahan, apalah dapat dilakukan pembatalan pada bulan oct ini? akan tetapi pph tsb sudah dibayar dan di lapor. terima kasih

Anto 29 Oktober 2016 pukul 11.45

Menjawab pertanyaan Sdri. Qiqi Nur Rizkia:
Atas kesalahan 2 kali pemotongan tersebut, dapat dilakukan pembetulan Bukti Pemotongan PPh dengan membatalkan salah satu bukti pemotongannya dan menarik bukti potong yang telah diterima oleh PT A, kemudian melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pemotongan tersebut dengan melampirkan bukti potong yang dibatalkan (dicap batal). Atas kelebihan setor PPh yang dipotong tersebut dapat dimintakan untuk dipindahbukukan ke PPh terutang masa pajak lainnya.

Six Capital by CRO's UTY 8 Februari 2017 pukul 10.35

Salam Sejahtera, mau tanya mengenai dasar ketentuan dari di lakukannya koreksi fiskal terhadap biaya tax amnesty ? Menurut berbagai sumber memang dinyatakan bahwa biaya tax amnesty harus di koreksi fiskal. Namun, dasar hukum atau ketentuannya dari mana ? terimakasih

Anto 8 Februari 2017 pukul 23.30

Menjawab pertanyaan Six Capital by CRO's UTY: Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Dalam konsepnya, Uang Tebusan ini adalah semacam penalty yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai ganti dari dihapuskannya sanksi perpajakan akibat dari pengungkapan Harta yang selama ini tidak dilaporkan.

Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh ditegaskan bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Memang tidak ada aturan yang jelas terhadap perlakuan Uang Tebusan sebagai biaya pengurang. Namun secara implisit dapat kita simpulkan bahwa Uang Tebusan sebenarnya adalah diperlakukan sama sebagai denda terkait dengan pelaksanaan perpajakan. Sehingga sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, dikategorikan sebagai Non-deductible Expense.

Unknown 5 September 2018 pukul 16.29

Maaf saya mau tanya...bolehkan perusahaan swasta pemberi pekerjaan memotong pajak pembayaran kepada perusahaan yg di beri pekerjaan..terima kasih

Anto 9 September 2018 pukul 19.47

Menjawab pertanyaan Sdr. Achmad Sofyan:
Apabila perusahaan membayarkan penghasilan kepada perusahaan atas jasa yang diterimanya dan jasa ini merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23, maka perusahaan pembayar ini harus memotong PPh Pasal 23.
Objek yang harus dipotong PPh Pasal 23 adalah penghasilan terkait Bunga, dividen, royalti, hadiah dan jasa lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015

Unknown 14 Februari 2019 pukul 11.20

Siang Pak,
Ada soal cerita yang sulit untuk saya jawab
Ada seorang profesional muda yang saat ini bekerja di sebuah kantor akuntan publik dan dia juga mengajar sebagai dosen di dua Universitas swasta dan dia juga menjadi komite audit di sebuah perusahaan swasta dan dia slalu mengatakan tidak memiliki npwp sehingga pajak yg di potong 20℅ lebih tinggi dari tariff pemotongan untuk menghindari npwp yg berlaku gaji dari komite audit dan bekerja di kantor akuntan publik telah di potong pph pasal 21 untuk itu dia menerima bukti pemotongan pajak bagi karyawan tetap. Slama ini dia tidak memiliki bukti potongan. Dia merasa pajaknya telah di potong di dua tempat kerja utamanya sehingga dia tidak membuat spt sebagai WP.
Pertanyaanya apakah tindakan untuk membuat spt tersebut tepat? Dan bagaimana seharusnya dia menyelesaikan kewajiban pajaknya menurut ketentuan yg berlaku? Dan etiskah dia dngan mengatakan tidak mempunyai npwp padahal sebenarnya memiliki walaupun dia dipotong pajak lebih tinggi
Berikan saran ?

Anto 14 Februari 2019 pukul 13.04

Menjawab pertanyaan tanggal 14 Feb 2019:
Tindakan profesional muda ini yang tidak memberikan NPWP-nya kepada pemotong pajak adalah tindakan yang melanggar ketentuan perpajakan, karena kewajiban penerima penghasilan adalah mendaftarkan NPWP dan memberikan NPWP-nya kepada pemotong pajak. Terlebih lagi apabila ternyata dia juga belum mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Karena ini termasuk tindakan dengan sengaja untuk tidak memenuhi kewajiban pajak.

Anonim

Perusahaan kami adalah PKP di indonesia dan mendapatkan pekerjaan jasa untuk sebuah perusahaan di singapura, pembayaran invoice langsung dari singapura, secara perpajakan apa saja yg harus dipatuhi, baik PPN atau PPh, Mohon infonya....terimakasih.

Unknown 11 Agustus 2019 pukul 08.30

seandai nya kalau kita terbit efaktur d bulan 7 dan pembuatan ID Billing nya d bulan 8 dan melakukan pembayaran d bulan 9

ini kasus nya utk ppn

Anto 11 Agustus 2019 pukul 21.10

Menjawab pertanyaan Anonim:
Perusahaan Anda ini termasuk melakukan ekspor jasa dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.010/2019, atas ekspor jasa terutang PPN dengan tarif 0%. Kegiatan ekspor jasa yang terutang PPN dengan tarif 0% diatur di Pasal 3 yaitu:
(1) Kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak merupakan kegiatan pelayanan di dalam Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean.

(2) Kegiatan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. kegiatan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean;
b. kegiatan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean; atau
c. kegiatan selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean dengan cara:
1. penyampaian langsung atau tidak langsung antara lain melalui pos dan saluran elektronik; atau
2. berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean, berdasarkan permintaan Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak.


Untuk Pertanyaan dari Unknown tanggal 11 Agustus 2019:
Saya masih tidak jelas dengan maksud dari pertanyaannya. Mohon dijelaskan lebih rinci lagi kasusnya.

Unknown 17 September 2019 pukul 14.27

Apakah game online (warnet) masuk dalam objek pajak

Anto 21 Oktober 2019 pukul 21.41

Menjawab pertanyaan Unknown tanggal 27 September 2019: Mungkin maksud Anda adalah penghasilan yang diperoleh oleh Warnet yang menyediakan fasilitas untuk permainan game online, Penghasilan yang diterima oleh pengusaha warnet jenis ini adalah termasuk penghasilan objek pajak (PPh). Apabila omzet dari usaha ini setahun melebihi Rp 4,8 M, maka pengusaha warnet ini harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan atas penghasilannya ini juga dikenakan PPN 10%

sun 17 April 2020 pukul 13.51

izin bertanya saya menemukan bahwa pajak rokok termasuk pph pasal 22. namun saya belum mengetahui berapa besaran pph dari rokok ini. mungkin dari teman-teman ada yang tau dan bisa mencontohkan perhitungannya.

terimakasih

ILma Nuha 24 April 2020 pukul 14.01

Bapak saya mau bertanya :
Jika suatu badan usaha (anggap saja CV0 menjual barang kepada konsumen (hotel/resto) namun menggunakan NPWP pribadi bukan menggunakan NPWP atas badan usaha tersebut, menurut bapak perhitungan pph nya akan menggunakan pph pasal 21 atau pph pasal 23 ya pak ?

Anto 25 April 2020 pukul 07.31

Karena penjualan tersebut dilakukan dengan identitas pribadi (NPWP, KTP), maka pihak lawan transaksi (dalam hal ini hotel/resto) akan mengakui transaksi tersebut berasal dari orang pribadi. Maka penghasilan yang diperoleh dari transaksi tersebut harus diakui sebagai transaksi dari pribadi, sehingga akan dikenakan pajak atas pribadi. Dalam kasus Anda ini, yang dijual adalah barang sehingga sesuai ketentuan, tidak ada pemotongan PPh yang dilakukan oleh pihak konsumen (apabila merupakan pemotong pajak). Namun apabila yang diserahkan adalah jasa, maka atas jasa tersebut akan dipotong PPh Pasal 21.

Fredy 26 Agustus 2021 pukul 09.55

Pak, perusahaan tempat saya bekerja untuk pphnya seluruhnya dikenakan pph final (persewaan ruangan). Kami kadang ada jual waste (barang-barang bekas misalnya oli drum, palet kayu, dll) yang tidak setiap bulan ada. Atas penghasilan ini kami anggap bukan penghasilan tidak teratur karena memang bukan bagian dari bisnis utama kita (persewaan ruangan). Tapi AR menganggap ini bagian dari penghasilan teratur karena ada walaupun 1 kali dalam 1 tahun. Sehingga harus ada angsuran pph psl 25. Bagaimana mengcounter hal semacam ini?

Anto 4 September 2021 pukul 18.23

Menjawab pertanyaan Sdr. Fredy tanggal 26 Agustus 2021:
Pasal 25 ayat (6) huruf b UU PPh mengatur mengenai Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu antara lain Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.

Definisi mengenai penghasilan teratur dan tidak teratur ini dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1 huruf d, yaitu: Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil .
Jadi apabila penjualan waste ini akan selalu terjadi setiap tahunnya, walaupun dalam setahun itu hanya terjadi sekali saja, maka berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penghasilan penjualan waste ini dapat dikategorikan sebagai penghasilan teratur.

Semoga penjelasan ini dapat dipahami.

«Terlama ‹Lebih tua   201 – 313 dari 313   Lebih baru› Terbaru»

Posting Komentar