..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Senin, 10 November 2008

Konsultasi Pajak Gratis: Pelaporan Harta dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Tanya:
Bang Syafri :
Blog ini sangat baik sekali dan sangat terupdate. O ya, terkait Sunset Policy, saya sedang mengerjakan pembetulan SPT Tahunan pribadi saya:
1) Apakah benar pertambahan harta (misalnya di tahun 2003 sebesar Rp 1 milyar di banding tahun 2002) tidak perlu diikuti pembayaran PPh kurang bayar sebesar tarif pasal 17 atas jumlah kenaikan harta Rp 1 milyar ini?
2) Saya punya harta yang diperoleh tahun 1999 yang belum dilaporkan sebelumnya. Apakah SPT Tahunan perlu dibetulkan mulai tahun 1999, atau cukup dibetulkan/diisi di SPT Tahunan tahun 2007 terakhir saja?
Yu Xun

Jawab:
Mohon maaf, pertanyaan Anda baru sempat dijawab.
Pertanyaan ini memang menjadi topik yang paling sering ditanyakan. Apakah dengan adanya penambahan harta yang kita cantumkan dalam daftar harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi otomatis akan terutang pajak atau menyebabkan adanya PPh yang kurang bayar?
Perlu diketahui bahwa PPh adalah pajak yang dikenakan atas adanya pertambahan penghasilan (diistilahkan dalam UU PPh sebagai pertambahan kemampuan ekonomis) yang diperoleh oleh Wajib Pajak. PPh tidaklah dikenakan terhadap pembelian harta (pertambahan harta karena pembelian), melainkan dikenakan terhadap sumber dana untuk memperoleh (membeli) harta tersebut. Seandainya sumber dana tersebut telah dilaporkan dan disetorkan pajak terutangnya pada saat sumber dana tersebut diperoleh (perolehan penghasilan), maka pada saat pembelian harta, sudah tidak ada lagi pertambahan penghasilan yang akan dikenakan pajak.
Dalam ilmu ekonomi, kita mengenal rumus:
Y = C + S + I
Dimana, Y = Penghasilan; C = Consumption (konsumsi); S = Saving (tabungan) dan I = Investasi.
Dalam dunia pajak, yang dimaksud dengan pertambahan kemampuan ekonomis yang menjadi objek pajak adalah Penghasilan (Y). Jadi untuk melihat berapa besarnya penghasilan yang diperoleh seorang Wajib Pajak, biasanya pihak fiskus akan menggunakan rumus ekonomi: Y=C+S+I ini untuk menguji kebenaran tentang jumlah penghasilan yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak. Sehingga jika ternyata ada pertambahan Konsumsi (C) atau pertambahan Tabungan (S) maupun pertambahan Investasi (I) yang tidak sebanding dengan jumlah Penghasilan (Y) yang telah dilaporkan oleh Wajib Pajak, maka Wajib Pajak akan diminta pertanggungjawabannya.
Kembali ke permasalahan Anda, jika memang pembelian harta ini adalah berasal dari penghasilan yang telah dilaporkan pada tahun-tahun sebelumnya, maka Anda cukup membetulkan SPT Tahunan PPh Anda untuk tahun diperolehnya harta tersebut (dan efeknya ke tahun berikutnya) tanpa perlu membetulkan dan menyetor pajak terutangnya. Namun apabila Penghasilan yang digunakan untuk mendapatkan harta tersebut, berasal dari penghasilan yang belum dilaporkan/dikenakan pajak, maka Anda perlu membetulkan SPT Tahunan PPh Anda pada tahun diperolehnya penghasilan tersebut serta membayar pajak yang masih kurang bayar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk harta yang diperoleh pada tahun 1999 seharusnya telah dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Anda tahun 1999 (jika Anda telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP serta memiliki NPWP pada tahun 1999).


Artikel Terkait:
- Perubahan Cara Mengisi Daftar Harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2014
- Analisis Terhadap Kewajaran Pelaporan Pajak Orang Pribadi

84 Comments

Anonim

Tks banget.

Anonim

Tanya:
Bang Sya(f)ri..dengan membaca artikel di atas saya mau tanya lagi..
saya baru mendaftar NPWP dan bagaimana dengan pelaporan harta saya yang berupa mobil tp itu dibeliin papa saya..apa saya juga hrs melaporkan pajak atas "penghasilan" yg disebutkan diatas diukur dr harta yang ada??
-K-

Anto 18 November 2008 pukul 13.10

Pengertian Penghasilan dalam UU PPh, tidak hanya berasal dari penghasilan yang kita peroleh karena kita berusaha/bekerja. Namun penghasilan juga dapat berasal dari sumbangan, hibah, dan sejenisnya (lihat UU PPh Pasal 4). Namun seluruh jenis penghasilan yang disebutkan dalam UU PPh tersebut tidak otomatis akan dikenakan pajak. Dalam Pasal 4 ayat (3) ditegaskan penghasilan-penghasilan yang bukan merupakan objek pajak (tidak dikenakan pajak), antara lain yaitu penghasilan yang berasal dari sumbangan dan hibah (tentu saja yang memenuhi ketentuan). Dalam kasus Anda ini, yang berupa mobil yang dibelikan oleh orang tua dapat dikategorikan sebagai hibah. Hibah dalam kondisi tertentu (berdasarkan ketentuan dapat dikategorikan penghasilan yang tidak dikenakan pajak). Jika kasus Anda ini memenuhi ketentuan tersebut maka penghasilan yang berasal dari hibah ini tetap harus Anda laporkan sebagai penghasilan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Anda pada bagian Lampiran Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak (dilaporkan pada tahun diperolehnya harta mobil tersebut). Sedangkan harta mobilnya sendiri, juga nantinya akan dilaporkan pada bagian Lampiran Daftar Harta.

Anonim

Assalam .Bang sya(f)ri

Saya bram , sy ingin menanyakan beberapa hal mengenai PPh Pribadi :

1. Dalam suatu Perusahaan berbentuk PT. Apabila pemegang saham melakukan pembelian asset diluar usaha spt rumah , tanah utk investasi menggunakan dana perusahaan namun menggunakan nama pribadi owner , apakah asset tersebut bisa dimasukan dalam kategori aktiva dan mengikuti psl 11 KUP
2. Dan apabila pemegang saham melakukan peminjaman dana dari Perusahaan apa hal tsb harus dikenakan bunga ? apabila iya bgm mekanisme pembayaran dan pelaporannya ?

terimakasih

Wasalam

Anto 27 November 2008 pukul 13.01

Yth, Bung Bram,
1. Kasus pemegang saham yang melakukan pembelian asset dengan menggunakan uang perusahaan namun menggunakan nama pribadi si pemegang saham, cenderung bukan merupakan usaha investasi yang dilakukan oleh perusahaan namun lebih merupakan pembelian untuk kepentingan pribadi si pemegang saham. Dalam prinsip akuntansi, aktiva yang diperoleh ini bukan hak milik perusahaan dan tidak digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha sehingga penyusutannya tidak dapat dibebankan sebagai biaya pengurang bagi perusahaan. Demikian juga dengan pajak. Biaya ini tidak berhubungan dengan proses 3 M (mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan yang menjadi objek pajak, maka tidak dapat dibiayakan (non deductible).
2. Dalam dunia bisnis yang wajar, segala sesuatu kenikmatan yang diperoleh itu tidaklah gratis. Apalagi dalam suatu Perusahaan, dimana kepemilikan dan keuntungannya adalah milik bersama para pemegang saham. Sehingga jika seorang pemegang saham meminjam uang dari perusahaan dan tidak dikenakan bunga, maka sebenarnya kurang wajar. Dalam dunia pajak, transaksi demikian disebut sebagai transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Maka untuk menentukan kewajaran transaksinya, Pihak DJP dapat menetapkan secara jabatan (sepihak) bahwa perusahaan harus mengenakan bunga pasar yang wajar atas pinjaman ini.

Anonim

Assalam. Bang Syafri yang baik

1.Terima kasih atas jawabannya , sangat bermanfaat utk saya, secara lap fiskal saya mengerti namun ada yang masih blm sy pahami, bukankah dalam lap komersil apapun biaya dan kepentingan sepanjang itu keluar dari kas/bank perusahaan maka hal tersebut menjadi biaya / aktiva perusahaan, kalo memang tdk bisa diakui sebagai aktiva jurnalnya gmn dunk ? debetnya kemana ? krn setahu saya dalam lap komersil memberikan uang mel polisi aja bisa dibiayakan lho . Atau mungkin dibenarkan secara komersil namun ntar kena koreksi fiskal atas by penyusutannya psl 11 ? mohon tanggapan

Terima kasih

Wassalam

Anto 28 November 2008 pukul 08.28

Tidak demikian. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK), laporan keuangan yang dibuat itu harus dapat dipertanggungjawabkan dan menggambarkan kondisi nyata dari seluruh kegiatan dan transaksi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. Kelak laporan keuangan ini akan dipertanggungjawabkan ke seluruh pihak yang berkepentingan (seperti pemilik modal, investor, pemerintah, karyawan, kreditur dan sebagainya).
Jadi tidak bisa dengan seenaknya setiap pengeluaran dapat menggunakan uang dari perusahaan untuk kepentingan pribadi/pihak tertentu (karena ini termasuk juga sebagai korupsi).
Dalam kasus Anda, pemegang saham menggunakan uang untuk investasi atas nama pribadi (dan juga tentunya hasilnya kelak tidak dapat diklaim oleh perusahaan karena tidak ada bukti akuntansinya). Dalam SAK, transaksi ini dapat saja terjadi dan akan diperlakukan sebagai transaksi peminjaman ke pemegang saham; jurnalnya debet: Piutang ke Pemegang Saham pada Kas di kredit. Jadi tidak ada pengakuan perolehan harta bagi perusahaan sehingga juga tidak ada penyusutan.
Berbeda dengan kasus mel ke polisi yang Anda ungkapkan. Kasus ini biasanya berhubungan dengan usaha (karena dengan melakukan mel, barulah proses distribusi barang dagangan perusahaan dapat berjalan dengan lancar). Secara akuntansi, biaya ini dapat dibiayakan. Namun secara fiskal, biaya ini termasuk sebagai pengeluaran biaya yang bersifat natura dan kenikmatan (sesuai Pasal 9 UU PPh), yang bukan merupakan biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan objek pajak.

Anonim

Bang syafri yang baik

Setelah membaca artikel di atas, terkait pelaporan harta saya ada pertanyaan lebih lanjut. Mohon dibantu :
Saya baru mendaftar NPWP agustus 2008. Saya baru bekerja sebagai karyawan swasta 2 tahun.
Saya membaca UU 36 thn 2008, pasal 4 (3)tentang hibah. yang dimaksud hibah dari keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat. Apakah saudara kandung masuk dalam pengertian ini selain orang tua?
Apa yang dimaksud dengan hibah dalam kondisi tertentu (berdasarkan ketentuan dapat dikategorikan penghasilan yang tidak dikenakan pajak)?
berdasarkan rumus Y = C + S + I, Y saya masih sedikit, dan saya mendapatkan mobil tahun 2007 dalam bentuk hibah ortu (saya anggap I). Jika ditulis di Lampiran penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, bagaimana untuk membuktikan bahwa itu hibah karena hanya sebatas dilapor di lampiran?
Apakah saya perlu menambahkan juga di SPT tahun 2007?

Terima kasih Bang

Anonim

Pak Dosen Anto yang baik hati,

sy sangat terbantu dengan blog Anda, sy percaya yg lainpun merasakan hal yg sama.
Kasus sehub dgn aset rumah:
seorang ayah punya aset rumah yg dibeli 5 tahun lalu ; saat ini dia belum punya NPWP ; menurut informasi, jika tidak punya penghasilan lagi maka tidak wajib ber NPWP ; karena sekarang ayah tsb. menjadi tanggungan anaknya ; Pertanyaannya : apakah lebih baik ayah tsb. berNPWP walaupun tidak punya penghasilan lagi; hanya karena ada aset rumah atas namanya ; atau perlu dihibahkan ke anaknya yg menanggung ayah tsb? Apakah nanti jika mau menjual rumah tsb. diwajibkan berNPWP sekarang? Kalau wajib NPWP berarti harus lapor SPT mulai dari 5 tahun yg lalu?

Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu u/ menjawab dan mengelola blog ini.
Salam,
marcel

Anonim

Bapak Syafrianto yang baik, sungguh betul-betul blog Yang Bapak kelola ini membantu dan menolong banyak pihak, semoga Bapak makin jaya dan sukses. Oh ya pak, saya ingin bertanya, Ibu saya yang berusia 62 tahun hendak membuat NPWP baru pada 12 Jan 2009 ini, dan bagaimanakah dengan pelaporan SPT tahunannya, dan pertanyaan saya tersebut adalah :

1. Dalam pencantuman harta pada daftar harta tersebut apakah harus mencamtumkan sedetil-detilnya harta yang dimiliki Ibu saya termasuk harta yang bahkan diperoleh pada Tahun 1983 misalnya, ataukah ada peraturan khusus berkenaan hal itu ? Seperti misalnya pencantuman harta hanya yg diperoleh dalam kurun waktu 5 tahun ini saja ataukah bagaimana ? Mengingat Ibu saya memiliki 1 buah rumah mini Tahun 1983, satu buah kios mini tahun 1977, 1 buah rumah mini Tahun 2005 sedangkan Ibu saya baru melapor NPWP pada Bulan jan 2009 ini.

2. Bahwa saya memiliki 1 buah mobil mini dan sepeda motor mini atas nama saya yang diperoleh dari hasil pemberian Ibu saya, namun oleh karena saya masih menginjak bangku kuliah, sehingga saya memutuskan untuk tidak mendaftarkan diri dahulu sbg wajib pajak. Dan pertanyaan saya, bagaimanakah dgn kendaraan tersebut ? Apakah tidak usah dicantumkan dlm daftar harta SPT ataukah dicantumkan pd SPT tahunan Ibu saya pada Maret 2009/Maret 2010 ?

3. Apakah semua tabungan dan deposito Ibu saya jikalau ada, pun harus dicantumkan pd daftar Harta SPT tahunan secara detil ?

Demikian kiranya pertanyaan saya ajukan, mohon bimbingan dan kesediaan hati Bapak untuk membantu masalah/pertanyaan saya ini yang mana saya sekeluarga buta terhadap masalah perpajakan. Saya ucapkan banyak terima kasih dan semoga Bapak semakin sukses dan jaya lahir dan batin.

remix_ohana@yahoo.com

Anto 12 Januari 2009 pukul 08.20

Terima kasih atas atensinya.
Ibu Anda yang telah terdaftar NPWP pada tanggal 12 Januari 2009 mulai memiliki kewajiban melaporkan SPT untuk masa/tahun pajak 2009. Jika Ibu Anda memiliki usaha bebas maka mulai masa Januari 2009 sudah harus melaporkan SPT Masa untuk masa Januari 2009.
Mengenai pelaporan harta, seluruh harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak ybs (yang belum dialihkan kepada pihak lain; dijual/dihibah/disumbangkan dan sejenisnya) harus dilaporkan dalam SPT Tahunannya. Sehingga seluruh harta yang dimiliki Ibu Anda, termasuk juga deposito, tabungan, kas (sejak yang diperoleh tahun 1977 sampai sekarang) harus dilaporkan kecuali harta yang telah dihibahkan kepada Anda.

Jika Anda memang belum memiliki kewajiban pajak objektif (walaupun telah terpenuhi kewajiban pajak subjektif), maka Anda belum perlu mendaftarkan NPWP. Namun jika Anda ingin mendaftarkan NPWP (walau belum memenuhi ketentuan) hal ini dimungkinkan.

Anto 12 Januari 2009 pukul 08.35

Menjawab pertanyaan Sdr. Marcel:
Sama halnya seperti yang dialami Sdr remix_ohana@yahoo.com, Ayah Anda yang sudah tidak memiliki kewajiban pajak objektif tidak perlu lagi mendaftarkan NPWP. Namun mungkin dahulu, ketika Ayah Anda memiliki kewajiban pajak objektif namun belum pernah dipotong pajak atau membayar pajak, maka pada saat ini ada program sunset policy, maka Ayah Anda dapat mendaftarkan NPWP serta melaporkan penghasilan yang diperoleh pada masa-masa lampau (perlu diingat bahwa masa daluarsa penagihan pajak adalah 10 tahun).
Kelak jika Ayah Anda yang akan menjual rumah (belum punya NPWP), maka dapat segera mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP, karena pada saat menjual rumah tersebut telah memenuhi persyaratan pajak objektif (perhatikan batasan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu di atas Rp 60 juta bagi yang penghasilannya di bawah PTKP).

Menjawab pertanyaan tanggal 22 Desember 2008 tentang hibah:
Hibah yang dibebaskan pengenaan PPh hanya bisa untuk keluarga garis keturunan lurus 1 derajat. Sedangkan hibah dari saudara kandung, tidak memenuhi hal ini sehingga tetap menjadi objek PPh.
Hibah dalam kondisi tertentu akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan atau Dirjen Pajak, misal ada hibah dari luar negeri ke suatu daerah bencana.
Dalam kasus yang Anda sebutkan: Hibah dari Ortu, itu adalah juga penghasilan bagi Anda. Jadi hibah ini termasuk dalam komponen Y. Namun hibah ini bukan objek pajak (karena diberikan dari keluarga sedarah keturunan lurus 1 derajat) sehingga akan dilaporkan dalam SPT pada bagian penghasilan bukan objek pajak.

Anonim

Wah...terima kasih banyak atas jawaban Bapak
Sukses selalu dan tetap sehat
BRAVO!

marcel

Anonim

Bpk Syafrianto yang baik. saya mau tanya bagaimana cara pelaporan SPT tahunan orang pribadi yang bekerja di jakarta sedangkan ia terdaftar di KPP jateng?. apa bisa dengan pos? dan bagaimana cara pelaporannya? terimakasih sebelumnya atas perhatian dan kerjasamanya.

Anto 20 Januari 2009 pukul 10.17

Pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yaitu:
- Secara manual dg membawa SPT untuk dilaporkan ke KPP tempat WP ybs terdaftar (ke loket bagian TPT).
- Mengirimkan SPT melalui Kantor PT Pos dan Giro (secara tercatat).
- Mengirimkan dengan menggunakan sistem e-Filling melalui internet (dengan menunjuk dan berlangganan pada salah satu ASP (Application Service Provider) resmi yang ditunjuk oleh DJP.

Jadi Anda dapat mengirimkan SPT Anda ke KPP di Jawa Tengah dengan menggunakan Kantor Pos dan Giro secara tercatat dan tanggal pengiriman pos dianggap sebagai tanggal diterimanya SPT tersebut oleh pihak KPP.

Anonim

sehubungan dengan pertanyaan bung bram? apakah ada ketentuan tentang penetapan bunga yang wajar untuk kasus transfer pricing? Berpa % pph 23 yang di potong dari bunga tersebut? apakah di neraca perusahaan boleh disajikan di Hutang pemegang tapi dengan saldo kredit atau di akui sebagai Piutang olh Perusahaan?

Thx for u. the great Anto

Anto 6 Februari 2009 pukul 16.42

Ketentuan mengenai transaksi hubungan istimewa diatur dalam Pasal 18 UU PPh. Sedangkan ketentuan khusus yang menetapkan berapa besarnya bunga wajar, itu tidak ada. Biasanya pihak DJP menetapkan bunga wajar dalam kasus transfer pricing dengan menggunakan kondisi sebenarnya di pasar.
Sedangkan penyajian secara akuntansi atas hutang pemegang saham itu diperbolehkan sepanjang memang memenuhi ketentuan SAK.

Anonim

Pak Anto saya mau tanya dong...
Saya mendapatkan NPWP ditahun 2007 dari kepemilikan kios di Jakarta Pusat dikeluarkan dari KPP Jakarta Pusat juga tapi saat ini saya berdomisili di Jakarta Barat. Pertanyaan saya :
1. Bisakah NPWP tsb saya pindahkan ke KPP Jakarta Barat?
2. Sebenarnya jika memiliki 1 kios dan 1 rumah harus mempunyai berapa NPWP?
3. Jika kios dan rumah sudah didaftarkan, apakah harus membayar pajak, sedangkan saya tidak mempunyai penghasilan, kios tsb tidak pernah saya buka tapi saya sewakan. Dan biaya hidup saya ditanggung oleh kakak saya. Kios dan rumah saya beli dari uang warisan orang tua.
Jawaban Pak Anto saya tunggu. Terima kasih.

Anto 10 Februari 2009 pukul 12.46

Bisa. Memang ketentuannya jika WP pindah alamat, maka dapat mengajukan permohonan pindah (mengisi formulir pindah) ke KPP lama (KPP Jakarta Pusat). Setelah diperoleh surat pindah, kemudian bawa surat tersebut ke KPP baru tempat WP berdomisili saat ini (KPP Jakarta Barat).
Setiap Wajib Pajak hanya perlu memiliki 1 NPWP, walaupun penghasilannya dari beberapa sumber. Yang kemudian berkembang, jika memang WP memiliki cabang yang harus memotong PPh, maka WP dapat mendaftar untuk mendapatkan NPWP cabang (nomornya sama dengan NPWP Utama).
Jika Anda hanya memperoleh penghasilan dari sewa, maka Anda akan dipotong PPh Final atas sewa (10%) oleh pihak penyewa. Potongan ini yang dilaporkan dalam SPT Tahunan Anda dan tidak perlu membayar pajak lagi. Namun jika ternyata pihak penyewa tidak memotong PPh Final sewa, maka Anda perlu membayar PPh final sewa tersebut sendiri.

Anonim

Hallo Pak Anto saya mau tanya nih...
Kalo ada double NPWP gimana yach? NPWP yang lama baru saya dapat, sedangkan saya sudah didaftarkan dari perusahaan dan sudah mendapatkan yang baru. Kalo saya mau tutup yang lama bisa ngga? Karena ngga pernah tau bahwa saya sudah ada NPWP.
Terima kasih sebelumnya karena Pak Anto sudah meluangkan waktunya.

Anto 11 Februari 2009 pukul 07.06

Anda dapat mengajukan permohonan untuk menghapus salah satu NPWP tersebut ke KPP tempat Anda terdaftar. Namun NPWP yang harus dihapuskan adalah NPWP yang terakhir terdaftar.

Anonim

Malam Pak Anto,
Saya ada pertanyaan mengenai pelaporan harta dalam SPT Tahunan, tahun 2008 saya membeli kios dengan kredit selama 3 tahun, nah dalam pelaporan harta SPT Tahunan kios itu bagaimana isinya, sedangkan cicilan belum habis.
Saya memperoleh NPWP bulan Agustus 2007 sedangkan setoran pajak dimulai Januari 2008, yang tahun 2007 apakah perlu dibuat SPT Tahunan dan setor pajak kurang bayar? Terima Kasih.

Anto 16 Februari 2009 pukul 07.43

Pelaporan atas Kios yang dibeli secara kredit untuk SPT Tahunan PPh Tahun 2008:
- Pada posisi harta, diisi dengan nilai harta kios seharga total harga perolehan (pembelian).
- Pada posisi kewajiban, diisi dengan nilai sisa cicilan yang masih harus dilunasi (yang belum habis) per 31 Desember 2008.
Misal:
Harga Kios yang dibeli tahun 2008: Rp 200 juta.
Cicilan yang telah dilunasi hingga 31 Desember 2008: Rp 50 juta. Catatan, ini adalah tidak termasuk bunga.
Maka:
Pada kolom harta: isi Kios seharga Rp 200 juta.
Pada kolom kewajiban: isi sisa cicilan yang masih harus dilunasi yaitu sebesar Rp 150 juta.

karena Anda telah terdaftar sejak Agustus 2007, maka untuk tahun pajak 2007 Anda telah memiliki kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Tahun 2007. Laporkan sesuai dengan kenyataan penghasilan yang Anda terima selama tahun 2007, dan jika memang terdapat kekurangan pembayaran pajak, maka Anda perlu menyetor pajak yang kurang bayar tersebut.

Anonim

Hi, Pak Anto saya minta informasinya

Jadi untuk pengisian hutang pada SPT OP, seperti KPR di Bank, bunga pinjaman Bank nggak boleh dimasukin ya??

Thx.

Anto 20 Februari 2009 pukul 08.32

Jika memang ada bunga, maka bunga yang belum dibayar (hutang bunga) tetap harus dimasukkan sebagai hutang. Selain itu, total bunga (baik yang telah dibayarkan maupun yang masih menjadi hutang) harus dikapitalisasi dan ditambahkan ke dalam harga perolehan harta tersebut.
Pada contoh di atas, sengaja saya buatkan keterangan dengan tidak memasukkan nilai bunga dengan tujuan supaya pembaca hanya berfokus pada harga perolehan (harga pokok) dari harta tersebut.

Anonim

Dear Pak Syafri,
saya amaze bgt ngeliat blog ini.
Bener2 berisi n guna bgt!
Salut buat Pak Syafri ^^..

Btw pak, saya ada pertanyaan nih.
Kakak saya saat ini sedang ikut fasilitas sunset policy,
tahun2 sebelumnya ybs memang nggak pernah menyetor dan melaporkan SPTnya krn msh belum melek pajak & belum punya NPWP.

Nah, Kakak saya ini bekerja di 1 perusahaan sejak thn 2001.
Sepengetahuan saya, kalau kita bekerja sbg karyawan, adl kewajiban perusahaan untuk memotong dan membayarkan pajak kita (withholding tax).
Masalahnya, kakak saya ini tidak pernah minta bukti potongnya dan skrg ybs sdh tidak bekerja di persh tsb lagi.
Nah kalau begitu, apakah pada pelaporan SPT pembetulan yg akan disetorkan skrg ini kakak saya harus melaporkan dan membayarkan pajak atas penghasilan di kantor lamanya ini?

Terima kasih atas perhatian dan jawabannya pak.

Ayu

Anto 23 Februari 2009 pukul 15.40

Dear Sdri Ayu,
Terima kasih atas apresiasinya...
Kewajiban dari Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja sebagai karyawan adalah melaporkan penghasilan yang diterima dari perusahaan tempatnya bekerja tersebut, besarnya pajak yang terutang atas penghasilan yang diterimanya tersebut serta pajak yang telah dipotong oleh perusahaan sebagai pengurang dari pajak terutangnya.

Karyawan ybs, dapat memperhitungkan potongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemotong pajak sebagai kredit pajak pengurang dari pajak terutangnya dengan syarat melampirkan bukti pemotongan yang diberikan oleh perusahaan.

Pada prakteknya, ada pihak-pihak pemberi kerja yang tidak memotong PPh Pasal 21.
Menurut ketentuan, jika perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja tidak memotong PPh (Pasal 21) atas penghasilan karyawan tersebut (dikarenakan perusahaan/pemberi kerja adalah pihak yang dikecualikan sebagai pemotong PPh), maka karyawan yang bersangkutan harus menyetor sendiri PPh yang terutang.

Sehingga karyawan hanya dapat mengkreditkan PPh Pasal 21 dengan syarat memiliki bukti pemotongan dari pemberi kerja (syarat ini mutlak harus ada).

Kasus yang dialami oleh Kakak Anda banyak juga dialami oleh para pekerja di seluruh Indonesia akibat ketidakmengertian mereka untuk meminta ataupun menyimpan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja.

Tidak ada solusi lain, selain Kakak Anda harus mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tersebut, karena dalam bukti pemotongan tersebut juga tercantum besarnya penghasilan yang diperoleh.
Jika tidak diperoleh bukti pemotongan ini, maka penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tersebut juga tidak ada dasarnya.

Jadi cobalah untuk meminta kepada pemberi kerja lama untuk diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21, minimal fotokopi dari arsip laporan mereka. Arsip laporan pajak mereka tentunya masih ada karena seorang Wajib Pajak diharuskan untuk menyimpan seluruh dokumen perpajakannya selama 10 tahun (ketentuan sebelum tahun 2008).
Jika Kakak Anda membayar kembali PPh yang terutang tersebut, maka hal ini akan merugikan Kakak Anda karena dikenakan pajak dua kali.
Mungkin jawaban ini kurang memuaskan, namun memang demikianlah ketentuannya.
Terima kasih.

Anonim

Pak Syafri yth.,
saya menikah dgn WNA, dan memiliki rumah pembelian tahun 1998. Beberapa bulan kemudian krn penempatan, kami seklg pindah dan hingga sekrg terdaftar sebagai penduduk luar negri. Akhir tahun 2008, saya mendaftarkan diri (melalui agen) utk memiliki NPWP. Mempelajari UU perpajakan sekrg ini, bhw harta yg digunakan utk pembelian rumah dikenakan PPh, yg ingin saya tanyakan, kewajiban apakah yg hrs saya penuhi, mengingat rumah yg kami beli tsb sdh lebih dari 10 tahun terhitung mundur dari saat pemilikan NPWP tsb. Sedangkan peraturan PPh pada masa pembelian rumah tsb dikenakan thdp penjual bukan pembeli.
Terima kasih atas jawabannya.

Anto 10 Maret 2009 pukul 11.17

Jika Anda tidak memiliki Penghasilan yang diperoleh dari Indonesia, dan saat ini Anda juga sudah menetap di Luar Negeri (tentunya seluruh penghasilan yang diperoleh di Luar Negeri telah dipenuhi kewajiban pajaknya di negara tempat Anda tinggal saat ini), maka secara ketentuan Anda tidak memiliki kewajiban pajak di Indonesia. Namun seandainya rumah Anda di Indonesia itu Anda sewakan, maka atas penghasilan sewa rumah yang Anda terima tersebut terutang PPh. PPh ini bisa jadi dipotong oleh pihak penyewa yang wajib memotong, ataupun jika penyewa adalah pihak yang tidak memiliki kewajiban pemotongan, maka Anda wajib untuk menyetorkan sendiri PPh terutangnya.
Sedangkan pajak atas penjualan rumah hanya akan timbul pada saat kelak Anda menjual rumah tersebut, dan pasti akan dipotong oleh notaris yang menangani transaksi Anda.

Anonim

Pak, untuk sertifikat kepemilikan rumah atas nama 4 orang, apakah nilai perolehan rumah tersebut dalam daftar harta diisi sebesar 1/4 bagian atau 1 bagian penuh ? Lalu harta yang wajib dicantumkan, apakah hanya harta yang secara legalitas milik saya atau semua harta yang dalam penguasaan saya ?
Terima Kasih...

Anto 12 Maret 2009 pukul 07.34

Harta yang harus dimasukkan ke dalam daftar harta pada SPT adalah harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang bersangkutan baik secara de facto dan/atau de jure, artinya suatu harta dapat diakui dalam SPT jika harta itu secara legalitas memang benar-benar atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan. Misalkan tercantum dalam dokumen kepemilikan legal (seperti sertifikat, akta, surat bukti kepemilikan dsb) sebagai milik Wajib Pajak. Namun harta juga dapat diakui dalam SPT Wajib Pajak, walaupun dalam dokumen kepemilikan bukan atas nama Wajib Pajak, namun ada dokumen legal lainnya yang menyatakan adanya pengalihan hak kepemilikan harta tersebut sehingga menjadi milik Wajib Pajak.
Contohnya: Mobil, dalam STNK tercantum atas nama Tn. A. Namun mobil ini telah dijual kepada Tn. B. Bukti penjualan ini dibuatkan surat jual beli bermeterai. Maka mobil ini telah menjadi milik Tn. B dan dapat diakui dalam SPT Tn. B.
Sedangkan Tn. A sudah tidak boleh mengakui mobil ini dalam SPT-nya.
Rumah yang dimiliki oleh 4 orang (sesuai sertifikat) harus diakui oleh masing-masing orang dalam SPTnya sesuai dengan porsi kepemilikannya. Biasanya masih ada dokumen lain yang menyatakan porsi kepemilikan ke-4 orang ini atas rumah tersebut, dokumen tersebut yang dapat dijadikan dasar untuk membagi nilai perolehan rumah tersebut untuk diakui dalam SPT masing-masing.
Jika tidak ada, maka pengakuannya dapat disesuaikan dengan kesepakatan awal yang telah ada.

Anonim

harga perolehan rumah itu sesuai dengan ajb atau nilai yang kita bayar ya pak. karena nilai ajb dan nilai yang kita bayar itu berbeda. thx

Anonim

pak anto yth :

Saya mempunyai adek kandung yang tinggal serumah dengan saya. Adek saya tidak memiliki penghasilan, dan tercantum dalam kartu keluarga saya.

Pertanyaan saya : apakah adek saya dapat memperoleh fasilitas bebas fisskal jika akan berangkat ke luar negeri ?

Terima kasih atas perhatiannya.

Romy

Anto 31 Maret 2009 pukul 08.13

Harga Perolehan adalah merupakan jumlah uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva/harta dan berhubungan langsung dengan harta tersebut. Jadi seharusnya harga perolehan atas harta yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh adalah nilai yang sebenarnya dibayarkan/dikeluarkan. Namun perlu menjadi catatan bahwa biaya-biaya yang dibayarkan harus terdokumentasikan dan memiliki bukti pendukung otentik sehingga kelak dapat dibuktikan pengeluaran biaya untuk memperoleh aktiva tersebut.

Untuk Adik Anda yang akan memperoleh fasilitas pembebasan fiskal Luar Negeri, Fasilitas pembebasan ini tidak dapat diperoleh dengan mengikuti NPWP Anda, karena adik kandung tidak dapat menjadi tanggungan (secara ketentuan pajak) bagi Wajib Pajak (lihat definisi tanggungan untuk PTKP dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d UU PPh beserta penjelasannya).
Namun Adik Anda dapat memperoleh fasilitas pembebasan Fiskal LN karena penghasilannya masih di bawah PTKP dengan membuat surat pernyataan sesuai dengan Lampiran II Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-88/PJ/2008 (Ketentuan ini dapat Anda baca di sini ).

Anonim

Pak Syafri Yth

Saya ada masalah, tahun lalu nama saya dipergunakan sebagai penanggung jawab PT oleh rekan saya. Sedangkan nama saya sebetulnya tidak tercantum sebagai pemegang saham. Juga saya kemudian tidak terlibat dengan aktivitas usaha mereka.
Pada saat awal memang pertimbangan saya karena sebelumnya hubungan baik, namun saat ini ada sedikit cekcok sehingga hubungan saya dan mereka tidak begitu baik sehingga agak enggan untuk berhubungan kembali.

Yang saya tanyakan:
1. Dengan kondisi demikian, ke mana saya harus mengecek apakah saya terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak atau tidak nya?
2. Apabila saya ternyata menjadi PKP, apakah saya dapat memohon pencabutan, mengingat nama saya tidak ada di akte.

Terimakasih Pak Syafri

Anto 31 Maret 2009 pukul 10.57

Seandainya jika nama Anda digunakan menjadi penanggung jawab dari badan usaha berbentuk PT (mungkin antara lain digunakan untuk mengajukan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak jika saya asumsikan dengan pertanyaan yang Anda tanyakan), maka kelak yang akan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah badan usaha (PT) tersebut bukan diri Anda sendiri. Namun jika Anda masih ingin memastikan apakah Anda telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Anda dapat menanyakan hal tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Anda terdaftar NPWP, serta menanyakan petugas yang disebut Account Representative yang telah ditunjuk untuk menangani permasalaah perpajakan Anda di KPP tempat Anda terdaftar.

Anonim

Pak Syafrianto Yth

Terimakasih banyak untuk feedback-nya.
Maaf,sedikit pertanyaan lanjutan:
1. Apabila ternyata yang dikenakan PKP adalah PT tersebut dan bukan saya: apa yang menjadi porsi kewajiban saya kepada Dinas Pajak ?
2. Seingat saya KPP saya Kebayoran Lama, sedangkan PT tersebut dibuat di Salemba,
lalu ke KPP mana kah saya dapat bertanya Pak: Kebayoran Lama ataukah Salemba?

Terimakasih banyak Pak Syafrianto

Anonim

Terima kasih atas penjelasannya pak Anto ....

Oh ya pak Anto .... saya pingin belajar ttg pajak, kira kira ada rekomendasi dimana tempatnya ?

saat ini saya berdomisili di kota medan

Terima Kasih

Anto 31 Maret 2009 pukul 15.59

1. Anda tidak memiliki kewajiban pajak sehubungan dengan dikukuhkannya PT tersebut sebagai PKP. Hanya saja kemungkinan Anda akan menanggung konsekuensi hukum apabila Anda bertindak atas nama PT untuk melakukan tindakan yang melanggar ketentuan bagi pemenuhan kewajiban pajak PT (misalkan menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan PT yang ternyata fiktif).

2. Jika Anda ingin menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban pajak pribadi Anda, maka Anda dapat menghubungi KPP Kebayoran Lama.

Anonim

Terimakasih banyak Pak Syafrianto untuk penjelasannya. Proficiat dan salut untuk expertise Bapak dan keikhlasan untuk berbagi ilmu.

Anonim

Dear Pa Anto,
saya mo tanya donk...
saya dan teman saya mendirikan CV kecil2an pada Juli 2009 yang bergerak bidang jasa, yang menjadi agen delivery barang dari perusahaan besar. Selama ini transaksi masih dibawah 20jt/bulan. Pertanyaan saya :
1. client kami meminta kami untuk menagihkan PPN , bagaimana perlakuannya?
2. berapa besar PPh untuk usaha jasa?
thx

Anto 14 Desember 2009 pukul 21.46

Menjawab pertanyaan tgl 10 Desember 2009:
Jika Anda ingin mengenakan PPN (menerbitkan dan memungut PPN dari customer), maka terlebih dahulu CV Anda ini harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Anda dapat mengajukan permohonan ke KPP tempat CV Anda terdaftar untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Pertanyaan kedua, saya kurang jelas maksudnya. Apakah yang Anda maksud dengan pemotongan PPh Pasal 23 yang akan dilakukan oleh customer Anda atas penyerahan jasa yang Anda lakukan? Jika ya, maka untuk penyerahan jasa perantara/keagenan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tarifnya adalah 2% dari nilai bruto penyerahan jasa (tidak termasuk PPN).

Anonim

Pak Anto,

pada tahun lalu, saya sudah lapor pajak thaunan untuk pertama kali...nah belum lama ini baru sadar saya ada deposito atas nama saya, yang djadikan jaminan untuk cc ttt, tapi masi turunan dari orang tua...apakh itu juga dilaporkan dalam lapor pajak tahunan tahun ini?jika iya, taru di bagian mana yah?bersama dengan tbaungan?

Terima kasih

Anto 28 Januari 2010 pukul 07.37

Perlu. Seluruh harta atas nama Anda harus dilaporkan dalam Daftar Harta di SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Anda.
Laporkannya adalah pada bagian Daftar Harta pada Lampiran IV Bagian A jika Anda menggunakan Form 1770. Atau pada lampiran II Bagian B jika Anda menggunakan Form 1770 S.
Anda dapat melaporkannya nama tersendiri atau digabungkan dengan tabungan, itu diperbolehkan. Namun sebaiknya, dipisahkan untuk memudahkan pembuktian.
Selain itu, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Anda tahun lalu yang telah dilaporkan, harus Anda betulkan dengan menambahkan harta deposito yang lupa dicantumkan tersebut.

Anonim

tahun lalu saya baca ada tabungan/bunga deposito kalau tidak sala, di salah satu harta..jadi pikir oh cuma bunganya aja....

jadi yang tahun lalu pun saya harus melakukan pembetulan yah?

Terima kasih yah, sangat membantu sekali ini blog...:)

Anonim

Pak Anto...

Mohon bantuannya,
Saya baru bekerja kembali mulai mei'09, sebelumnya saya sempat vacuum. Dan baru punya npwp juga pada mei'09.
Status saya kawin sebelum punya npwp, namun saya terkejut ketika menerima form 1721 A1 dari kantor di awal feb'10 ini. Karena di situ tertulis status saya tidak kawin. Karena kantor saya tidak mau merevisi dengan alasan sudah lapor pajak. Skrng bagaimana sebaiknya wktu saya mengisi spt?
1. Apakah saya tulis tidak kawin sesuai dengan form 1721 A1 ?
2. Atau tulis kawin sesuai dengan yg sebenarnya ? ( tapi jumlah pph saya menjadi lebih bayar )

Jika saya pilih opsi pertama apakah akibatnya?
Karena saya dan istri tahun lalu baru kredit rumah atas nama istri. Saya takut nti agak aneh di spt istri saya atas pencantuman nilai harta, padahal menggunakan uang berdua tapi status saya di form tidak kawin.
Saya dan istri punya npwp masing2 krna dia punya lebih dulu dari saya.

Terima kasih atas bantuannya.

Anto 22 Februari 2010 pukul 16.12

Ini satu lagi kasus kejadian di lapangan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Seharusnya pihak pemberi kerja (perusahaan) melakukan pembetulan 1721-A1 Anda (otomatis mereka harus melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21). Anda juga berhak meng-klaim ke pihak perusahaan karena PPh Anda dipotong lebih besar daripada seharusnya.
Sebenarnya secara teori, Anda dapat mengajukan keberatan atas pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan kepada KPP tempat Anda terdaftar (dengan syarat dan ketentuan sesuai Pasal 25 UU KUP), namun saya yakin ini sudah tidak dapat dilakukan karena waktunya telah melampaui 3 bulan sejak pemotongan dilakukan.
Secara teori, maka Anda harus melaporkan apa adanya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Anda. Namun tentunya ini akan mengakibatkan kesulitan baik bagi Anda maupun bagi pihak fiskus akibat tidak sesuainya ketentuan yang telah dilakukan oleh pihak pemberi kerja. Jadi berdasarkan saran secara akademisi, saya menyarankan Anda mengikuti teori yaitu melaporkan potongan PPh Pasal 21 dengan PTKP Tidak Kawin, dan mengisi dalam SPT dengan Status K/1, yang akan mengakibatkan kelebihan bayar pajak dan dapat Anda klaim untuk dikembalikan (karena ini memang hak Anda). Namun secara teknis di lapangan, saya ragukan ini akan berhasil. Oleh sebab itu, saya serahkan kembali ini kepada Anda untuk didiskusikan dengan fiskus yang menangani Anda (Account Representative/AR).

Anonim

yth
pak syafrianto

pak saya mau tanya kalo salah tulis kode map bagaimana ya? misalnya hrsnya kode utk pph tahunan pribadi , tapi yg tertulis adalah kode tahunan pph 21, terimakasih atas jawabannya

Anonim

Pak, saya membaca kalau harta yg dibeli dari uang perusahaan tetapi atas nama pribadi tidak dpt dibiayakan. Bagaimana dengan pembelian tanah? Uang dari perusahaan, tetapi atas nama pribadi (direktur,mis-nya). Dapatkah aset tsb dimasukan sbg aset perusahaan? Tokh tanah tidak disusutkan.....alias tidak ada biaya penyusutan yg dibiayakan.
Mohon penjelasannya. Thx

Anto 24 Agustus 2010 pukul 07.53

Apabila terjadi kesalahan penulisan pada Surat Setoran Pajak (SSP) dan sudah terlanjur disetorkan ke Bank Persepsi (termasuk juga kesalahan penulisan kode MAP), maka Anda dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat setoran tersebut masuk (dilihat dari kode KPP pada NPWP yang Anda setorkan Pajaknya).
Permohonan pemindahbukuan dapat diajukan dengan menyatakan kesalahan setor yang telah terjadi dan akan dipindahbukukan ke setoran yang benarnya. Misal pada kasus Anda, setoran salah karena salah Kode MAP, maka pada surat permohonan tersebut dapat Anda cantumkan pemindahbukuan dilakukan dari setoran dengan kode "tahunan PPh Pasal 21" (SSP yang salah) ke setoran untuk "PPh Tahunan Pribadi (setoran seharusnya).
Permohonan pemindahbukuan diajukan dalam surat tertulis (tidak ada format bakunya), dilampirkan dengan SSP lembar ke-1 dan SSP lembar ke-3 asli (lembar ke-3, dilampirkan apabila belum dilaporkan ke KPP); SPT Masa/Tahunan yang menunjukkan kesalahan tersebut serta dokumen pendukung lainnya sesuai dengan kasus di lapangan.
Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Account Representative (AR) di KPP yang mengawasi Anda.

Anto 24 Agustus 2010 pukul 10.17

Menjawab pertanyaan tentang asset perusahaan atas nama orang pribadi:
Ketentuan di perpajakan sama seperti ketentuan di PSAK. Suatu asset bagi perusahaan harus dapat dibuktikan kepemilikannya (artinya harus atas nama perusahaan yang bersangkutan). Sebenarnya bisa saja suatu asset perusahaan masih atas nama pihak lain dan bukan atas nama perusahaan. Misalkan untuk pembelian kendaraan bekas yang belum dialihnamakan. Dalam ketentuan akuntansi dan pajak, asset atas nama pihak lain sebenarnya dapat saja diakui (termasuk juga penyusutannya dibebankan) sebagai asset perusahaan asalkan ada dokumentasi yang menjadi pendukung kuat kepemilikan asset tersebut bagi perusahaan. Misalkan ada surat perjanjian pengalihan hak milik asset tersebut.
Jadi untuk kasus tanah ini, secara akuntansi dan pajak dapat diakui ke dalam neraca perusahaan dengan syarat adanya bukti pendukung tentang pengalihan kepemilikan kepada perusahaan.

Anonim

Pak. Mau tanya:
1. tahun 2010 saya membeli rumah 200juta, saya belum bekerja, uang diperoleh dari warisan nenek (alm) lalu ketika saya dan saya 2010 punya npwp, saya laporkan rumah tsb sbg aset di SPT dengan keterangan apa ya? warisan? jika warisan, apakah KPP akan meminta dokumen warisan?? karena saya tidak memiliki akta/ahli waris.

2. Apakah jika kita buka toko/usaha yang setahunnya kurang dari 1M apakah dikenakan pajak? atau adakah batasan kena pajak/tidak dari penghasilan kita selama usaha??

DESTRIANTI DALOMA 2 Maret 2015 pukul 17.17

Bapak, boleh saya bertanya mengenai SPT OP. Saya sudah KPR rumah dari 5 tahun yang lalu, dalam perjanjian kontraknya saya ambil 10 tahun karena ada rejeki jadinya saya percepat pelunasannya pak, nah pencatatan di SPT OP untuk aset dan kewajibannya gimana pak ? terima kasih sebelumnya

Anonim

Pak, kalau kita beli kios dengan masa pakai 20 th ( beli sewa ) apakah kios tersebut harus kita masukkan dalam daftar harta kita juga, sedangkan atas pembelian tersebut kita hanya punya surat perjanjian jual beli saja tanpa sertifikat. terima kasih

Anto 15 Maret 2015 pukul 15.01

Menjawab pertanyaan Destrianti Daloma:
Untuk pembelian properti dengan sistem KPR dengan cicilan KPR yang dilakukan selama 10 tahun (contoh: Harga Perolehan Rumah berikut bunga KPR adalah Rp 1.000.000.000 dengan cicilan KPR per tahunnya berikut bunga adalah Rp 100.000.000; asumsi tidak ada pembayaran down payment/uang muka untuk memudahkan ilustrasi), maka pelaporan SPT Tahunan PPh OP yang harus dilakukan adalah:
1. Mengakui adalahnya Properti/Rumah sebesar harga perolehan ditambah bunga KPR (berarti sebesar Rp 1.000.000.000) di bagian Harta.
2. Pada Bagian Kewajiban, mengakui adanya sisa KPR yang masih belum dilunasi. Misalkan pada tahun pertama, nilai KPR yang sudah dilunasi sebesar Rp 100.000.000, maka nilai sisa KPR yang dilaporkan sebagai kewajiban/hutang adalah sebesar Rp 900.000.000 (Rp 1.000.000.000 - Rp 100.000.000).

Apabila dalam tahun kelima, ternyata Anda memperoleh rejeki dan melunasi seluruh nilai hutang KPR tersebut (berarti jumlah hutang dilunasi adalah Rp 600.000.000), maka pada bagian kewajiban, sudah tidak ada nilai hutang KPR yang diakui karena seluruhnya telah dilunasi (bandingkan dengan tahun keempat yang masih mengakui adanya hutang KPR sebesar Rp 600.000.000).

Menjawab pertanyaan dari penanya tanpa identitas tentang pengakuan beli kios yang masa pakai 20 tahun (beli sewa), maka kios yang dibeli sebagai harta dan pada kolom keterangan dicantumkan "masa pakai selama 20 tahun".

Anonim

Pak, kalau beli rumah dengan uang pinjam ke orang tua dan nyicil setiap bulan, pencatatannya bagaimana ya. Thks

Anto 15 Maret 2015 pukul 15.28

Pembelian rumah dengan menggunakan fasilitas pinjaman dari orang tua, maka hampir sama dengan pembelian secara hutang KPR, pada bagian harta, Anda laporkan Rumah dengan nilai perolehan sesuai dengan nilai yang Anda bayarkan secara tunai (menggunakan uang pinjaman dari orang tua).

Pada bagian Hutang, Anda laporkan bahwa Anda memiliki hutang kepada orang tua dengan nilai hutang adalah sesuai dengan sisa saldo hutang yang masih harus dikembalikan kepada orang tua (nilai awal hutang dikurangi dengan nilai cicilan yang sudah dilakukan).

Seiring dengan hal ini, maka pada SPT Orang tua Anda, harus mengakui adanya piutang kepada Anda pada daftar Hartanya.

Anonim

Untuk pembelian rumah dengan uang pinjaman dari orang tua. Kalau orang tua belum punya npwp bagaimana pak. Thks

Anonim

Pak kalo beli rumah secara cash tp uangnya dari orang tua apakah akan terkena pajak terutang atau termasuk hibah..bagaimana cara pelaporan di SPT tahunan untuk kasus tersebut sedangkan orang tua saya tidak punya npwp karena bukan objek pajak lagi..

Anonim

selamat sore Pak, Pak bila saya memiliki rumah didaerah serpong, harga perolehan saya Rp.30.000.000 tahun 2012 saya membelinya melalui teman saya, dan saya baru memiliki NPWP tahun 2013 saya juga memiliki motor tahun rakitan 2003 dengan harga perolehan Rp.12.000.000, dan tahun 2014 lalu saya memiliki dana dari orang tua saya untuk DP rumah dengan sisanya saya angsur selama 15tahun, bagaimana kah saya melaporkan pajak spt tahunannya Pak? sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.

Djohan

Pak, tolong Tanya, saya dan istri bekerja di 2 perusahaan berbeda dan melaporkan SPT masing-masing. Saat ini saya ada asset apartment atas nama istri dengan KPR saya yang membayar. Bagaimana cara pencatatan di SPT? Kita tidak pisah harta.

Anto 31 Maret 2015 pukul 08.30

Menjawab beberapa pertanyaan di atas tentang pelaporan harta dari hibah dan warisan:
Dalam ketentuan pajak, hibah dan warisan adalah bukan objek pajak apabila diberikan dari orang tua (ayah/ibu) kepada anak. Selain itu, hibah atau warisan yang diberikan oleh orang selain orang tua adalah merupakan objek PPh. Sehingga dalam kasus yang ditanyakan di atas, atas warisan yang diberikan oleh nenek kepada cucunya, menjadi objek PPh dan bagi cucu, dia harus melaporkan warisan dari nenek ini sebagai objek pajak dalam SPT Tahunan pada tahun diperolehnya warisan tersebut.

Apabila dana yang diperoleh dari orang tua untuk membeli rumah adalah merupakan hibah dari orang tua, maka dalam pelaporan SPT, hibah dari orang tua ini dilaporkan pada lampiran penghasilan bukan objek pajak, sedangkan hartanya dilaporkan pada bagian asset. Apabila uang hibah ini hanya cukup untuk membayar DP, maka tentunya masih ada sisa kredit (apakah dalam bentuk KPR) atas rumah tersebut yang dilaporkan pada bagian Kewajiban sebagai hutang.

Menjawab pertanyaan Sdr. Djohan yang menanyakan bahwa antara suami dan isteri terdapat kewajiban pelaporan harta masing-masing, namun harta yang diperoleh atas nama isteri (dibeli oleh isteri) yang pembayarannya dilakukan oleh suami, maka harta tersebut dilaporkan dalam SPT isteri dengan ketentuan:
- apabila ada kewajiban dari isteri untuk mengembalikan uang suami ini, maka pada bagian kewajiban di SPT isteri, dicantumkan adanya hutang ke suami dan di SPT suami mengakui adanya piutang dari isteri ini.
- apabila uang ini diberikan/dihibahkan kepada isteri, maka pada SPT isteri dilaporkan sebagai penghasilan yang bukan objek pajak di bagian hibah, sedangkan uang yang diberikan oleh suami ini dikeluarkan dari jumlah harta yang dilaporkan pada SPT suami.

Walaupun tidak pisah harta, namun karena pelaporan SPT ini dilakukan sendiri-sendiri, maka perlakuannya seolah-olah seperti pisah harta, yang distatus perpajakan saat ini dikenal sebagai istilah "MT" yaitu menghendaki pelaporan SPT secara terpisah.

Anonim

Malam Pak Syafrianto,
Saya Agus

Saya mahasiswa, belum bekerja, berusia 21thn.

Tgl 1 Januari 2016 yaitu 30hari lagi saya harus melaporkan pajak saya krn saya sudah memiliki kartu npwp sejak 1thn lalu tapi belum sy laporkan krn saya kebingungan dan tidak mengerti sama sekali proses, tata cara dan pelaporan.

Yang ingin saya laporkan adalah nilai rumah, nilai dana , dengan demikian , SPT berapakah yang harus saya pakai?

Dan saya trading di saham, jadi pph21 lgsg lunas setiap transaksi jual beli, dan saya ingin melaporkan juga hasil pajak yang telah saya bayar melalui print pajak dari mandiri sekuritas.

Sy bingung bgmn membuat spt nya untuk rumah, dana dan pelaporan pajak pph21 final yg telah sy bayar.

NB: Penghasilan sy tergolong nihil krn sy blm memiliki pekerjaan.


Terima kasih.
Salam,
Agus.

Unknown 25 November 2015 pukul 15.34

Pak Syafri luar biasa,
Pak nebeng nanya, pengisian lampiran spt tahunan pph 21 pribadi 1770ss, apakah harta yang sudah dilaporkan tahun lalu masih harus dilaporkan lagi spt tahunan tahun ini atau hanya penambahan hartanya saja?
Terima kasih bantuannya

Anto 26 November 2015 pukul 11.26

Menjawab pertanyaan Sdr. Agus:
Formulir SPT yang dapat Anda gunakan adalah form 1770. Anda sudah termasuk Wajib Pajak yang memiliki penghasilan karena diperoleh dari kegiatan trading saham yang dijual di bursa. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi penjualan saham ini adalah termasuk penghasilan yang bersifat Final dan harus dilaporkan pada Formulir 1770 - III Bagian A "Penghasilan yang Dikenakan Pajak Final dan/atau Bersifat Final" pada nomor urut 3. Nilai yang laporkan adalah pada kolom Penghasilan Bruto dilaporkan nilai penjualan saham (nilai jual gross) dan pada kolom PPh Terutang dilaporkan PPh yang dipotong pada saat transaksi di bursa ini (PPh yang dipotong adalah 0,1% dari nilai jual).

Untuk pelaporan harta (pada form 1770 - IV) pada bagian A untuk kode harta dapat dilihat pada petunjuk pengisian SPT atau dapat download form SPT berbentuk excel yang ada di blog saya ini yang telah saya beri comment tentang kode harta ini. Untuk tahun perolehan diisi sesuai dengan tahun harta tersebut diperoleh/dibeli. Untuk harga perolehan dicantumkan sesuai dengan nilai yang dikeluarkan untuk memperoleh/membeli asset tersebut pada saat itu.

Menjawab pertanyaan Sdr. Erri Sat Nugraha:
Pada SPT Tahunan PPh form 1770 SS memang ada sedikit berbeda dengan form 1770 dan 1770 S, karena tidak perlu merinci daftar harta satu per satu. Jumlah yang dilaporkan disini hanyalah sebesar nilai total dari Harta. Harta yang dilaporkan dalam SPT adalah nilai total harta yang dimiliki pada akhir tahun (bukan penambahan hartanya saja). Jadi harta yang telah dilaporkan pada SPT tahun sebelumnya jika pada tahun pelaporan SPT ini masih dimiliki (belum dijual/berkurang), maka tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahun ini.

FanOfChopin 2 Maret 2016 pukul 11.22

Siang Pak Syafri.
Nama saya Jimmy.

Orang tua saya memiliki toko mainan dan terdaftar di NPWP ayah saya.
Saya mendaftar NPWP dengan sumber pemasukan barang toko mainan itu saya jual secara online. Saya juga trading saham.

Yang saya tanyakan:
Saya mendapatkan modal dari orang tua (hibah) untuk saya gunakan dalam trading saham, katakanlah senilai 150 juta.
Apakah hibah modal ini termasuk objek pajak? Termasuk dalam hubungan pekerjaan atau tidak? Karena hibah untuk modal trading saham tidak ada hubungannya dengan toko mainan.
Terima kasih sebelumnya.

Anonim

P Syafrianto yg baik, salam kenal, nama saya Johan. Salut utk blog nya yg sungguh bermanfaat. Mohon bantuan utk menjawab bbrp pertanyaan:

1. Saya sudah bekerja sejak thn 2000, tapi baru mempunyai NPWP thn 2008 dan selama ini berusaha mengisinya sendiri (Form 1770S). Selama ini dalam pelaporan harta saya belum pernah memasukkan yg berbentuk uang tunai/tabungan, hanya yg ada suratnya seperti rumah/kendaraan. Apakah menjadi masalah apabila baru mulai memasukkan nilai total tabungan akhir tahun di laporan thn 2015, mengingat total nilai tabungan tersebut bukan semata2 diperoleh di tahun 2015? Namun sulit pula mengingat/memisahkan hasil tiap2 tahun sejak thn 2000.

2. Pada saat menikah (2008), kami menerima pemberian yg berupa perhiasan emas/batu berharga yang kurang jelas pula nilainya sehingga tidak yakin untuk dilaporkan saat itu. Apabila sekarang saya laporkan (nilai taksiran semata) dan ditulis tahun perolehan 2008, apakah dibenarkan pelaporan susulan ini? Ataukah harus direvisi dari 2008?

3. Apabila satu harta berbentuk rumah dijual, selain dihilangkan dari laporan harta, apakah perlu menyertakan bukti penjualannya? Karena yang hilang adalah nilai perolehan (misal 600juta) sementara nominal yang didapat lebih besar dari saat diperolehnya (misal 800juta). Khawatir menjadi penambahan yg janggal saat berubah menjadi harta/uang yg diperoleh di tahun 2015.

Demikian pertanyaan saya, terima kasih sebelumnya

Ria

Pak Syafri,
Bagaimana sebetulnya cara pelaporan claim produk unitlink yg ada cover asuransinya? Apakah memang harus didaftarkan sebagai harta setiap tahunnya? Jika kt sebelumnya tidak tau dan baru menyadari saat penarikan dana yang notabene cukup lama (diatas 5 tahun) bagaimana cara memperbaikan file SPT nya? apakah harus memperbaiki SPT 5-10 tahun yang lalu? atau cukup menambahkan harta dari penarikan dana ini? Kalau hanya menambahkan harta di SPT berjalan berarti nanti ada penambahan harta dibanding tahun lalu yg bs dianggap penghasilan, jk sewaktu2 ada pemeriksaan pajak bukan Pak? Sementara pajak yg dibayarkan oleh asuransi selama ini waktu diminta mereka tidak ada bukti transaksi/pembayarab.bagaimana sebaiknya pak? Mohon pencerahannya. Terimakasih dan sukses selalu buat Pak Syafri :)

Anto 5 Maret 2016 pukul 23.26

Menjawab pertanyaan Sdr. Jimmy:
Memang kategori hibah dari orang tua Anda ke Anda ini lebih cenderung tidak ada hubungan usaha/pekerjaan. Walaupun usaha yang Anda jalankan hampir sama dengan yang dijalankan oleh orang tua yaitu jual barang mainan. Namun usaha yang dijalankan masing-masing terpisah/dijalankan sendiri-sendiri (Anda melalui toko online dan orang tua Anda melalui toko real). Jadi seharusnya dapat dikategorikan sebagai penghasilan bukan objek pajak.

Menjawab pertanyaan Sdr. Johan:
1. Seharusnya pertambahan uang tabungan dimasukkan ke bagian harta setiap tahunnya seiring dengan penghasilan yang diperoleh setiap tahunnya dan telah dipotong pajak. Seharusnya hal seperti ini dapat dilakukan melalui pembetulan SPT Tahunan setiap tahunnya. Namun memang prakteknya hal ini akan menyulitkan karena mungkin Anda tidak memiliki catatannya. Cara paling mudah adalah melalui kesempatan program Tax Amnesty yang saat ini UU nya masih dibahas di DPR.Walaupun dengan menggunakan Tax Amnesty ini mungkin Anda akan mengalami kerugian karena mungkin saja dahulu sumber dari tabungan ini penghasilannya telah dikenakan pajak walaupun kelak tarif dari tax amnesty ini tidak sebesar tarif PPh yang berlaku saat ini.

2. pemberian saat menikah sudah saya bahas di artikel berikut. Silakan dipelajari. Untuk memasukan ke SPT salah satunya dapat melalui cara melakukan pembetulan SPT.

3. Harta berbentuk rumah/tanah yang sudah dijual hasil penjualannya akan dilaporkan pada SPT Tahunan pada bagian Penghasilan Final (di form 1770 S-II atau 1770 S-III. Sedangkan pada bagian harta, untuk rumah/tanah yang dijual ini harus dihilangkan dari daftar harta, dan sebagai gantinya akan muncul hasil dari penjualan tersebut misal uang/bank. Dengan pelaporan ini maka tidak akan menyebabkan adanya kejanggalan. Kadang ada beberapa KPP yang meminta bukti pemotongan/pembayaran PPh final atas penjualan rumah/tanah tersebut.

Menjawab pertanyaan Sdri. Ria:
Seharusnya untuk asuransi jenis unitlink, setiap tahunnya pada saat pembayaran premi dan investasinya, maka nilai investasi dari asuransi ini (unitlink) harus dilaporkan sebagai harta investasi. Pada saat penarikan/pencairan asuransi, maka nilai investasi ini dapat dikonversi ke harta lain sebagai hasil dari penarikan asuransi tersebut. Sebagaimana penjelasan saya untuk 2 pertanyaan sebelum, maka yang paling tepat sesuai ketentuan adalah melakukan pembetulan SPT. Sebagai bukti, Anda dapat menunjukkan polis asuransi jenis unitlink ini serta bukti pembayaran premi setiap tahunnya.

Unknown 30 Maret 2016 pukul 11.23

Mau tanya Pak Syafri,

Ibu saya sudah tidak bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga. Ibu saya membeli beberapa unit apartemen beberapa tahun yang lalu dengan uang tabungan dari berbagai sumber, yang ibu saya telah tabung dari beliau masih kecil sampai sekarang, tapi ibu saya tidak pernah bekerja, hanya sebagai ibu rumah tangga dari muda. Jadi sekarang saat melaporkan pajak, apa ibu saya perlu masukkan apartemen-apartemen ini dalam daftar harta?
Terima kasih.

Unknown 1 April 2016 pukul 15.41

Sore, saya rahmat.. Mau tanya saya punya rumah dan mobil yg sementara di angsur.. tapi keduanya bukan atas nama saya... Apakah itu harus saya lapor dan saya isi di jumlah keseluruhan harta yang dimiliki pada akhir tahun pajak?

MI AL HIKMAH 1 April 2016 pukul 20.37

jika sdh punya npwp apakah harus registrasi secara online juga...

Anto 2 April 2016 pukul 11.01

Registrasi untuk memperoleh EFIN bertujuan untuk melaporkan SPT Tahunan/SPT Masa secara online melalui internet. Jadi jika sudah memiliki NPWP, tinggal Anda daftarkan untuk memperoleh EFIN supaya dapat lapor SPT secara online menggunakan eFiling

Anto 2 April 2016 pukul 11.20

Menjawab pertanyaan "Cari Rumah":
Sejak kapan Ibu Anda memiliki kewajiban pajak? Tentunya dulu ketika Ibu Anda menerima penghasilan yang dapat ditabung, maka penghasilan tersebut jika merupakan objek PPh, maka harus dilaporkan untuk dikenakan pajak. Seiring dengan diperolehnya penghasilan, maka harta Ibu Anda juga akan bertambah (dalam cerita Anda ini adalah berupa tabungan). Maka saat ini ketika Ibu Anda membeli apartemen dengan uang dari tabungan, maka jika tabungan tersebut telah dilaporkan dalam SPT, maka tentunya jumlah tabungan yang dilaporkan di SPT tersebut akan berkurang dan berubah menjadi apartemen.

Menjawab pertanyaan Sdr. Rahmat Keanarya:
Atas nama siapakah aset rumah dan mobil tersebut? Apabila atas nama isteri anak yang menjadi tanggungan PTKP Anda, maka aset ini harus dilaporkan dalam SPT.
Dan secara teori, walaupun aset tersebut bukan atas nama Anda, namun jika secara de facto aset tersebut milik Anda dan dibayar dengan harta Anda, maka seharusnya ini adalah aset Anda dan harus dilaporkan di SPT Anda.

linda 19 Juli 2016 pukul 10.14

Selamat pagi pak, saya linda, saya mau tanya apakah bila suatu Perusahaan (badan PT) hutang kepada seorang direktur harus dibuatkan surat perjanjian hutang secara Notaris atau kah cukup kwitansi saja mohon dibantu untuk solusinya terima kasih

Unknown 21 Juli 2016 pukul 00.58

Dear pak yang baik hati, saya mau tanya data nilai aset kita yang dicantumkan pada spt apakah sebesar nilai setelah plus PPN atau nilai aset sebelum PPN ?..makasih pak

Unknown 21 Juli 2016 pukul 01.06

Pak yang baik hati, saya mau tanya..apakah data nilai aset yang dicantumkan pada spt adalah nilai aset setelah PPN atau sebelum PPN ? Misalnya jika beli mobil 300jt ..uang yang dibayar misalnya 330 jt karena ada ppn..yang dicantumkan nilai aset tsb 300 jt atau 330 jt?..lalu bagaimana jika beberapa tahun lalu terlanjur salah melaporkan nilai aset? Bukannya kekecilan tetapi malah kebesaran misalnya nilai aset 100 juta, malah terlapor 300 juta..apakah pada amnesty kali ini bisa saya betulkan , tetapi saya tambahkan aset lain..misalnya tadinya 1 rumah seharga 300 jt..saya rubah menjadi 1 rumah seharga 100 jt + 1 ruko seharga 250 juta..sehingga totalnya menjadi 350 jt..dan nilai tebus yang harus saya bayar hanya 350-300 x 2persen? Apakah bisa begitu? Makasih banyak pak

Anto 21 Juli 2016 pukul 13.52

Menjawab pertanyaan Sdri. Cynthia Prasetyo:
Nilai perolehan harta yang dicatat dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah nilai sejumlah uang yang harus dikeluarkan oleh WP dalam memperoleh harta tersebut. Hal ini juga termasuk nilai PPN. Sehingga atas asset senilai Rp 300 juta ditambah PPN Rp 30 juta, maka nilai perolehan ahrta tersebut adalah Rp 330 juta.

Untuk melakukan Pengampunan Pajak, tidak dapat melakukan pembetulan harga (menjadi lebih kecil) atas harta yang sudah dilaporkan. Dalam pengampunan ini hanyalah dapat mengungkapkan (melaporkan) harta yang kurang atau belum dilaporkan.

Oleh sebab itu, metode Anda untuk mengkompensasikan nilai harta sebagaimana comment Anda ini tidak dapat dilakukan. Untuk kasus ini, Anda hanya dapat melakukan pengampunan pajak atas nilai 1 Ruko sebesar Rp 250 juta, serta kelak pada SPT Tahunan PPh tahun 2016, Anda melakukan pembetulan atas nilai harta rumah yang tadinya terlaporkan senilai Rp 300 juta (dan terlalu besar) menjadi nilai yang sebenarnya yaitu Rp 100 juta.

Anonim

Pak Syafrianto, ada yang mau saya tanyakan...

Begini, saya adalah seorang investor saham, hanya itu saja pekerjaan saya...

Dan saya BELUM punya NPWP...

Setahu saya dalam setiap transaksi saham sudah OTOMATIS dikenakan PAJAK FINAL...
Begitu juga dengan deviden yang otomatis dipotong pajak (meskipun saya BELUM ada NPWP)

Seorang kerabat saya menyarankan saya ikut TAX AMNESTY yang belakangan hangat diperbincangkan... Katanya kalau saya tidak ikut TAX AMNESTY bakal kena denda 200% dlsb...

Benarkah demikian?
Seharusnya bagaimana, Pak Syafrianto?

Terima kasih atas jawabannya :)

Anto 24 Juli 2016 pukul 19.54

Menjawab pertanyaan Sdri. Linda (tgl 19 Juli 2016):
Transaksi Hutang Piutang seharusnya selalu didukung dengan surat perjanjian hutang piutang. Perjanjian hutang piutang ini dapat dibuat dalam bentuk perjanjian yang hanya bermeterai saja. Atau untuk lebih memperkuat apabila di kemudian hari terjadi sengketa sehingga dinotariskan.

Menjawab pertanyaan "Anonymous" bahwa penghasilannya hanya dari transaksi saham yang telah dipotong PPh final dan belum memiliki NPWP: Sebenarnya kewajiban untuk memiliki diwajibkan bagi Subjek Pajak yang memperoleh penghasilan yang telah melebihi PTKP. Penghasilan di sini tidak peduli apakah Final ataupun tidak final. Sehingga Anda seharusnya sudah wajib memiliki NPWP dan melaporkan penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final tersebut (sehingga tidak perlu menyetorkan lagi PPh atas penghasilan dari transaksi saham ini) serta penghasilan lainnya yang mungkin masih diperoleh. Selain itu, Anda juga wajib melaporkan harta yang Anda miliki.

Akibat Anda belum memiliki NPWP serta belum ada harta yang dilaporkan, maka kelak suatu saat jika dikonfirmasi oleh pihak kantor pajak mengenai sumber harta yang Anda miliki tersebut apakah sudah dilaporkan penghasilannya, tentunya Anda akan sulit untuk membuktikannya.

Memang benar, dalam ketentuan Tax Amnesty, dimungkinkan bagi Wajib Pajak yang memiliki harta namun selama ini belum pernah melaporkan penghasilannya dan belum memiliki NPWP, dapat mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan mengikuti Tax Amnesty (artikelnya dapat dibaca di sini).

Namun yang menjadi dilema adalah, sebenarnya mungkin sebagian harta yang Anda miliki ini sudah dikenakan PPh (yaitu penghasilan dividen), dan seharusnya sudah tidak perlu dipajaki lagi, sehingga mungkin akan merugikan Anda yang masih harus membayar uang tebusan atas harta tersebut.

Unknown 30 Maret 2017 pukul 15.57

saya ingintanya
saya ada KPR rumah akad kredit januari , tapi DP nya sekitar bualn nevember 2016 karena DP bisa dicicil.
namun sertifikat rumah tsb masih atas nama developer (PT) katanya belum dipecah maksimal 1 tahun dari januari apakah saya perlu melaporkan rumah tsb sebagai harta ??

Anto 2 April 2017 pukul 13.15

Menjawab pertanyaan Sdri Christina Wijaya:
Uang DP yang dibayarkan s.d. 31 Desember 2016 harus dilaporkan sebagai Harta, dalam kelompok "Investasi Lainnya" dengan nama harta "Uang Muka" sejumlah yang sudah dicicil.

BAKU DAPA 1 Juli 2020 pukul 14.56

Mau bertanya mas..
Jika ada aset yg mwnggunakan nama org lain di sertifikat. keduanya tdk melaporkan pajak ats aset ini. Aset ini akan di jual, pihak yg namanya tertera do sertifikat bertanya, nanti apakah dia akan kena pemeriksaan kedepan, lalu apakah ini bisa di laporkan menyusul oleh pemilik dan berapa denda2 nya, terima kasih

Anto 9 Juli 2020 pukul 21.56

Secara legal, orang yang namanya tercantum dalam sertifikat kepemilikan aset yang merupakan pemilik dari aset ini dan dia harus melaporkan kepemilikan asetnya tersebut dalam SPT Tahunan PPh Pribadinya. Apabila dia tidak melaporkan aset tersebut, dan di kemudian hari diketahui oleh petugas pajak, maka petugas pajak dapat melakukan penetapan bahwa ada penghasilan yang diperoleh orang ini (untuk membeli aset tersebut) yang belum dilaporkan dan disetorkan pajak terutangnya.

Posting Komentar