..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Rabu, 03 Januari 2018

Pencantuman NIK atau Nomor Passpor Pada eFaktur Yang Diterbitkan Kepada Pembeli Tanpa NPWP Berlaku 1 April 2018

Setelah sempat ditunda pemberlakukan ketentuan untuk mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Passpor atas transaksi penyerahan/penjualan BKP/JKP ke Pembeli yang tidak memiliki atau tidak bersedia memberikan NPWP, maka saat ini Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan peraturan perubahannya melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik. Dalam PER-31/PJ/2017 ini Ditjen Pajak tetap mewajibkan para Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan e-Faktur kepada Pembeli Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP untuk mencantumkan NIK atau Nomor Paspor. Ketentuan Pencantuman NIK atau Nomor Paspor ini berlaku mulai 1 April 2018.

Pada Pasal 4A Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2017 menetapkan dan mengatur bahwa: dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, bagi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi wajib diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. nama dan alamat pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan nama dan alamat sebagaimana tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk atau Paspor; dan
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan NPWP 00.000.000.0-000.000 dan wajib mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk Warga Negara Asing (WNA).
  3. Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP harus menyampaikan keterangan berupa nama, alamat dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk WNA kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur.
  4. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak penjual tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan/atau keterangan berupa nama, alamat (sesuai KTP) pembeli BKP/penerima JKP Orang Pribadi dan NIK atau Nomor Paspor pembeli BKP/penerima JKP Orang Pribadi dalam aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disedikan Ditjen Pajak, maka e-Faktur tidak dapat diterbitkan.
  5. Dalam hal e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Namun ada satu ketentuan di PER-26/PJ/2017 yang dihapus dengan PER-31/PJ/2017 ini, yaitu ketentuan Pasal 11A. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Pasal 11A PER-26/PJ/2017 mengatur mengenai sanksi bagi pembuatan Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan ini. Pada pasal ini diatur bahwa Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya atau dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini bukan merupakan Faktur Pajak. Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak sesuai denga keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya adalah merupakan Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat Faktur Pajak sehingga dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak yang demikian tidak dapat mengkreditkan PPN-nya sebagai Pajak Masukan.

Dengan dihapuskannya Pasal 11A PER-26/PJ/2017 dan memindahkan ketentuan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan NIK ke Pasal 4A ayat (4) dan ayat (5), maka ketentuan di PER-31/PJ/2017 ini hanyalah mengatur bahwa e-Faktur yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4A ayat (2), yaitu tidak mencantumkan nama, alamat, NIK/Nomor Paspor Pembeli dalam sistem aplikasi pembuatan e-Faktur, maka e-Faktur tersebut tidak dapat diterbitkan. Sedangkan apabila e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

Sedangkan ketentuan mengenai sanksi yang akan dikenakan sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU KUP serta e-Faktur tersebut tidak dapat dijadikan sebagai Faktur Pajak Masukan telah dihapuskan dari PER-31/PJ/2017 ini.

2 Comments

Unknown 4 Januari 2018 pukul 10.12

Mohon pencerahannya untuk kalimat ini "Sedangkan apabila e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya " apakah ada sanksinya dalam hal ini?

Anto 4 Januari 2018 pukul 15.54

Secara tegas, ketentuan mengenai sanksi akibat dari "e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya" yang akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 ayat (4) UU KUP (sebagaimana diatur di Peraturan sebelumnya, PER-26/PJ/2017 di Pasal 11A) ini yang dihapuskan dan tidak diatur lagi di PER-31/PJ/2017.

Namun di PER-31/PJ/2017 secara eksplisit mengatur konsekuensi tentang e-Faktur yang tidak diterbitkan sesuai ketentuan ini yaitu di Pasal 4A ayat (4) dan (5), yaitu:
(4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak penjual tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan/atau keterangan berupa nama, alamat (sesuai KTP) pembeli BKP/penerima JKP Orang Pribadi dan NIK atau Nomor Paspor pembeli BKP/penerima JKP Orang Pribadi dalam aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan dan/atau disedikan Ditjen Pajak, maka e-Faktur tidak dapat diterbitkan.
(5) Dalam hal e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.

Jika kita cek ke peraturan di atasnya, maka konsekuensi dari menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya seharusnya masuk ke kategori pidana yang diatur dalam Pasal 39A UU KUP dimana Setiap orang yang dengan sengaja: menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.


Posting Komentar