..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Jumat, 12 Agustus 2016

Jenis Asuransi Yang Harus Dilaporkan Sebagai Harta

Saat ini hampir seluruh masyarakat di Indonesia sangat antusias dengan Program Amnesti Pajak (Pengampunan Pajak) yang sedang berjalan. Antusiasme yang timbul dari masyarakat untuk mengikuti Program Amnesti Pajak ini adalah akibat masih banyaknya Wajib Pajak yang kurang melaporkan harta yang dimilikinya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi mereka. Akibat dari kurang dilaporkannya harta di dalam SPT tersebut dapat mengakibatkan bahwa Wajib Pajak tersebut akan dianggap kurang melaporkan penghasilannya apabila suatu saat nanti diketemukan adanya harta yang belum dilaporkan oleh pihak aparat pajak (fiskus).

Kekurangan pelaporan harta yang dilakukan oleh Wajib Pajak ini sebagian mungkin disebabkan oleh faktor kesengajaan dari Wajib Pajak sendiri untuk tidak melaporkan hartanya karena berniat untuk menyembunyikan penghasilannya supaya tidak dikenakan pajak, atau dapat juga disebabkan karena adanya faktor ketidakmengertian dari Wajib Pajak akan kriteria dan definisi harta yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Pembayaran Asuransi Sebagai Harta

Beberapa waktu ini Penulis banyak sekali mendapatkan pertanyaan dari Pembaca Setia Tax Learning mengenai apakah asuransi yang mereka miliki adalah termasuk sebagai harta dan harus dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada bagian Harta. Karena ternyata saat ini hampir sebagian besar Wajib Pajak tidak menyadari bahwa ada jenis asuransi yang dimilikinya tersebut adalah merupakan harta dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Pada tulisan berikut ini, penulis akan mengulas mengenai jenis asuransi apakah yang dapat dikategorikan sebagai harta dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Penegasan Asuransi sebagai Harta

Memang dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, tidak menjelaskan mengenai definisi harta, namun hanya mencontohkan jenis-jenis harta. Sejak tahun pajak 2014, barulah dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2014 ditetapkan adanya kelompok-kelompok harta berdasarkan kode harta yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014. Namun kelompok-kelompok harta yang ditetapkan ini juga tidak menyebutkan adanya harta yang berupa asuransi. Sehingga biasanya jika ada harta berbentuk asuransi, oleh Penulis dikelompokkan ke dalam kode harta 039 yaitu Investasi Lainnya.

Jenis-Jenis Asuransi

Berdasarkan penelusuran Penulis dari beberapa artikel di internet, jenis-jenis asuransi yang ada terdiri dari (sumber: https://www.cermati.com/artikel/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia-apa-saja, http://www.artikel.web.id/asuransi/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia.html dan https://www.cermati.com/artikel/asuransi-jiwa-terbaik-apa-dan-bagaimana-memilihnya):

1. Asuransi Jiwa

Asuransi Jiwa terbagi menjadi jenis asuransi yang akan memberikan pembayaran pada saat tertanggung meninggal dunia atau jenis asuransi yang memungkinkan tertanggung untuk mengklaim dana sebelum meninggal dunia.

2. Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan merupakan produk asuransi yang menangani masalah kesehatan tertanggung karena suatu penyakit serta menanggung biaya proses perawatan. Umumnya, penyebab sakit tertanggung yang biayanya dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi adalah cedera, cacat, sakit, hingga kematian karena kecelakaan.

3. Asuransi Kendaraan

Asuransi kendaraan adalah jenis asuransi untuk perlindungan kendaraan bermotor dari risiko kehilangan, kerusakan mobil tertanggung maupun mobil pihak ketiga yang diakibatkan oleh mobil tertanggung.

4. Asuransi kepemilikan Rumah Dan Properti

Asuransi jenis ini akan memberikan perlindungan kepada pemilik rumah untuk melindungi diri dan aset miliknya yang bisa berupa rumah atau properti pribadi. Asuransi ini memberikan proteksi terhadap kehilangan atau kerusakan yang mungkin terjadi pada barang-barang tertentu milik pribadi tertanggung. Asuransi ini juga melindungi dan memberikan keringanan bilamana rumah atau properti tertanggung lainnya mengalami musibah seperti kebakaran.

5. Asuransi Pendidikan

Asuransi jenis ini akan memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik terutama pada aset pendidikan anak. Biaya premi yang harus dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi berbeda-beda sesuai dengan tingkatan pendidikan yang ingin didapatkan nantinya.

6. Asuransi Bisnis

Asuransi ini merupakan layanan proteksi terhadap kerusakan, kehilangan, maupun kerugian dalam jumlah besar yang mungkin terjadi pada bisnis seseorang. Asuransi ini memberikan penggantian dari kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran, ledakan, gempa bumi, petir, banjir, angin ribut, hujan, tabrakan, hingga kerusuhan. Perusahaan asuransi biasanya menawarkan berbagai macam manfaat dari asuransi bisnis seperti perlindungan terhadap karyawan sebagai aset bisnis, perlindungan investasi dan bisnis, asuransi jiwa menyeluruh untuk seluruh karyawan, hingga paket perlindungan asuransi kesehatan bagi karyawan.

7. Asuransi Umum

Asuransi umum atau general insurance merupakan proteksi terhadap resiko atas kerugian maupun kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum pada pihak ketiga. Jaminan asuransi umum ini sifatnya jangka pendek (biasanya sekitar satu tahun).

8. Asuransi Perjalanan

Manfaat dan perlindungan yang akan diperoleh dari asuransi ini antara lain mendapat proteksi dan penanggungan biaya untuk kecelakaan yang menimpa pembeli premi, santunan kecelakaan pribadi, tanggungan biaya pengobatan darurat, pemulangan jenazah, evakuasi medis, hingga proteksi terhadap barang-barang bawaan yang memiliki resiko hilang atau rusak.

Dari keseluruhan jenis-jenis asuransi tersebut di atas, pada umumnya asuransi terbagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu asuransi yang bersifat sebagai expense (biaya) dan asuransi yang bersifat sebagai investasi.

Ciri-ciri asuransi yang berbentuk biaya adalah pihak tertanggung yang mengikuti asuransi tersebut membayarkan premi asuransi hanyalah untuk jaminan apabila terjadi suatu kejadian sesuai dengan yang ditanggung oleh asuransi tersebut. Ketika terjadi kejadian, maka perusahaan asuransi akan membayarkan klaim asuransi kepada Tertanggung maupun Ahli Warisnya. Peserta asuransi jenis ini tidak akan memperoleh pembayaran apapun apabila tidak mengalami kejadian sesuai yang ditanggung oleh asuransi tersebut. Contoh asuransi jenis biaya ini adalah asuransi kesehatan, asuransi perjalanan, asuransi umum, asuransi bisnis, asuransi rumah/properti, asuransi kendaraan bermotor.

Sedangkan ciri-ciri asuransi yang berbentuk investasi, biasanya premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi sebagian akan dialokasikan sebagai premi untuk tanggungan asuransi serta sebagaian lagi akan ditempatkan sebagai investasi yang kelak ketika asuransi tersebut telah jatuh tempo, pihak Tertanggung (peserta asuransi) akan memperoleh return (pengembalian) dari investasi yang telah ditanamkan dalam asuransi tersebut yang biasanya disebut sebagai unit link. Contoh asuransi jenis investasi ini antara lain: asuransi pendidikan, asuransi jiwa, asuransi kesehatan berbentuk unit link.

Simpulan

Jika melihat dari jenis dan manfaat yang akan diperoleh dari asuransi, maka untuk asuransi yang berbentuk investasi dapat dikategorikan sebagai Harta dan perlu dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya. Porsi pembayaran premi asuransi yang dialokasikan sebagai investasi harus diakui sebagai harta dan dilaporkan dalam Bagian Harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Sedangkan pembayaran premi asuransi untuk jenis biaya tidak perlu diakui sebagai harta, karena dengan sendirinya pembayaran premi asuransi tersebut akan menjadi hangus (hanya sebagai biaya saja) apabila tidak ada kejadian yang dialami oleh pihak Tertanggung.

Namun apabila pihak Tertanggung mengalami kejadian sesuai dengan risiko yang ditanggung oleh asuransi tersebut dan memperoleh klaim asuransi, maka atas pembayaran klaim asuransi tersebut akan diakui sebagai Penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan.
(c) http://syafrianto.blogspot.co.id

Jumat, 05 Agustus 2016

Instruksi Penghentian Pemeriksaan Untuk Mendukung Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, maka pada tanggal 3 Agustus 2016 Direktur Jenderal Pajak menerbitkan instruksi terkait dengan pemeriksaan pajak melalui Instruksi Nomor Ins-03/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Dalam instruksi yang ditujukan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, seluruh Kepala Kantor Wilayah Direktoran Jenderal Pajak, dan seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk:

Tidak menerbitkan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan baru sejak tanggal 3 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017, kecuali atas Pemeriksaan SPT Lebih Bayar Restitusi atau Pemeriksaan yang terkait dengan pelayanan kepada Wajib Pajak.

Terhadap Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan yang telah diterbitkan namun pemeriksaannya belum dimulai, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. Mengusulkan pembatalan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan;
  2. Pembatalan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak sesuai tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan;
  3. Penandatanganan pembatalan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan ini dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan terhadap Instruksi Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan; serta Kepala Kantor Wilayah DJP terhadap Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan yang diterbitkan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan Pajak, Kepala UP2 memberikan informasi kepada Wajib Pajak tentang kebijakan Pengampunan Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak yang sedang diperiksa ini mengikuti kebijakan Pengampunan Pajak, pelaksanaan Pemeriksaan ditindaklanjuti sesuai tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak.

Laporan Penghentian Pemeriksaan dalam rangka Pengampunan Pajak dihitung sebagai kinerja pemeriksaan Tim Pemeriksa Pajak dengan perhitungan bobot konversi laporan sebesar 100% dari bobot konversi sesuai ketentuan dalam Surat Edaran yang mengatur mengenai Rencana, Strategi, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan.

Uang tebusan yang diperoleh dari Wajib Pajak yang Pemeriksaannya dibatalkan atau dihentikan dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak dihitung sebagai kenerja Pemeriksaan.

Instruksi ini berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2016 hingga 31 Maret 2017.

Sabtu, 30 Juli 2016

Formulir Yang Digunakan Untuk Pengampunan Pajak

Untuk mengikuti Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus mengajukan Surat Pernyataan Harta. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ditegaskan bahwa Surat Pernyataan Harta adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 diatur bahwa Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan Harta.

Lalu bagaimanakah bentuk Surat Pernyataan Harta itu? Ternyata bentuk Surat Pernyataan Harta ini berbeda dengan bentuk SPT yang kita kenal selama ini. Surat Pernyataan Harta ini terdiri dari 1 lembar formulir induk yang disertai dengan beberapa formulir lampirannya.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 diatur mengenai bentuk dari Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya. Walaupun bentuk formulir Surat Pernyataan Harta ini telah dipublish di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id), namun ternyata sampai dengan saat ini masih banyak Wajib Pajak yang akan mengikuti Pengampunan Pajak ini masih bingung dalam mencari bentuk dari formulir Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya ini.

Sehingga untuk memudahkan bagi para Pembaca Setia Tax Learning, maka berikut ini penulis sajikan template dari formulir-formulir Pengampunan Pajak tersebut. Seluruh formulir ini harus dicetak (print) di atas kertas ukuran Folio (8,5’ x 13’) dengan berat kertas minimal 70 gram. Khusus untuk Template Daftar Harta dan Utang yang harus disajikan juga dalam bentuk softcopy, harus disimpan dalam file excel 2013 (ekstensi *.xlsx).

Template Formulir Pengajuan Pengampunan Pajak

1. Formulir Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak - Induk
2. Template Daftar Harta dan Utang – untuk Manual dan Softcopy
3. Permohonan SKB PPh atas Pengalihan Hak atas Saham
4. Permohonan SKB PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan
5. Surat Permintaan Informasi Tertulis Mengenai Jumlah Pajak yang Tidak atau Kurang Dibayar:
- Untuk Wajib Pajak Badan
- Untuk Wajib Orang Pribadi
6. Surat Permohonan Pencabutan atas Permohonan dan Pengajuan Upaya Hukum
7. Surat Pernyataan Besaran Peredaran Usaha
8. Surat Pernyataan Mencabut Permohonan dan Pengajuan
9. Surat Pernyataan Mengalihkan dan Menginvestasikan Harta Tambahan
10.Surat Pernyataan Tidak Mengalihkan Harta Tambahan dari Dalam Negeri ke Luar Negeri


Template Laporan

Selain itu, setelah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak, maka secara berkala Wajib Pajak yang telah mendapatkan Pengampunan Pajak harus membuat dan menyampaikan Laporan. Laporan ini harus disampaikan secara berkala setiap 6 bulan selama 3 tahun sejak pengalihan harta. Untuk periode Januari sampai dengan Juni, Laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli. Sedangkan untuk periode Juli sampai dengan Desember, laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Januari.

Berikut ini adalah format dari laporan yang harus disampaikan tersebut.

  1. Laporan Penempatan Harta Tambahan yang Berada di Dalam Wilayah NKRI
  2. Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan

Selasa, 19 Juli 2016

Peraturan-Peraturan Terkait Pengampunan Pajak

Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia untuk tahun 2016 mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2016 dan akan berakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Sebagai landasan untuk melaksanakan ketentuan Pengampunan Pajak ini, DPR bersama Pemerintah telah mengesahkan dan menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Untuk melaksanakan ketentuan Pengampunan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini, Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan aturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Ketentuan Pelaksanaan tersebut terdiri dari:

PERATURAN/KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.03/2016 tentang Penetapan Bank Persepsi Yang Bertindak Sebagai Penerima Uang Tebusan Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Investasi Di Luar Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.08/2016 tanggal 8 Agustus 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 658/KMK.03/2016 tanggal 19 Agustus 2016 tentang Penetapan Kantor Pusat Dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sebagai Tempat Tertentu Untuk Tempat Penyampaian Surat Pernyataan Harta Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tanggal 23 Agustus 2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle.
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tanggal 23 September 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2016 tanggal 23 September 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127 /PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.08/2016 tanggal 30 September 2016 tentang tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Instrumen Investasi di Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.08/2016 tanggal 30 September 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.08/.2016 tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Penempatan pada Investasi di Luar Pasar Keuangan Menimbang dalam Rangka Pengampunan Pajak
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
  1. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tanggal 18 Juli 2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Pendaftaran dan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Orang Pribadi melalui Tempat Tertentu Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016 tanggal 19 Agustus 2016 Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tanggal 29 Agustus 2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016 tanggal 5 September 2016 tentang Tata Cara Pengadministrasian Laporan Gateway Dalam Rangka Pengampunan Pajak
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016 tanggal 26 September 2016 tentang Tata Cara Penerimaaan Surat Pernyataan pada Minggu Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan
  8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2016 tanggal 27 September 2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan Dalam Hal Terjadi Gangguan Pada Jaringan dan/atau Keadaan Luar Biasa Pada Akhir Periode Penyampaian Surat Pernyataan
  9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016 tanggal 3 Oktober 2016 tentang Tata Cra Penyampaian Surat Pernyataan Bagi Wajib Pajak Tertentu serta Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan dan Penerbitan Surat Keterangan Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Usaha Tertentu
  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2016 tanggal 6 Oktober 2016 tentang Pengembalian Kelebihan Pembayaran Uang Tebusan dalam Rangka Pengampunan Pajak
  11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pengiriman Surat Keterangan Pengampunan Pajak
  12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2016 tanggal 21 Oktober 2016 tentang Tata Cara Pencabutan atas Surat Pernyataan
  13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2016 tanggal 19 Desember 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2016 tanggal 22 Desember 2016 tentang Ketentuan Pengalihan Harta Berupa Dana ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam Rangka Pengampunan Pajak
SURAT EDARAN/SURAT/INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PAJAK
  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 tanggal 15 Juli 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Petunjuk Pengelolaan Dokumen Pengampunan Pajak di Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Petunjuk Pengemasan dan Penyampaian Dokumen Pengampunan Pajak ke Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
  4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Petunjuk Penerimaan dan Tindak Lanjut Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak di Tempat Tertentu
  5. Instruksi Direktur Jenderal Pajak Pajak Nomor Ins-03/PJ/2016 tanggal 3 Agustus 2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
Bagi Pembaca Setia Tax Learning yang memerlukan aturan-aturan terkait Pengampunan Pajak dapat mendownload di bawah ini:
-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.03/2016
-Keputusan Menteri Keuangan Nomor 600/KMK.03/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.08/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.08/2016
-Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 | Lampiran
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-21/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2016
-Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2016
-Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 | File zip
-Instruksi Direktur Jenderal Pajak Nomor Ins-03/PJ/2016
-Keterangan Pers tanggal 30 Agustus 2016

Frequently Asked Question (FAQ) Tax Amnesty

Pengampunan Pajak - Apa dan Bagaimana (Bagian 1)

Apa Yang Dimaksud Dengan Pengampunan Pajak?

Pengampunan pajak adalah sebuah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang berupa penghapusan terhadap pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang telah timbul dan membayar Uang Tebusan.


Mengapa Saya Perlu Ikut Pengampunan Pajak?

Kebijakan Pengampunan Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara. Selain itu, mulai tahun 2017, hampir seluruh negara di dunia telah menandatangani kesepakatan pertukaran informasi secara otomatis terutama informasi perpajakan. Kebijakan Pengampunan Pajak juga tidak akan diberikan secara berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan Pengampunan Pajak tidak akan diberikan lagi.

Kebijakan Pengampunan Pajak, dalam penjelasan umum Undang-Undang Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan Undang-Undang ini.

Bahkan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak (Pasal 18 ayat (2) dan ayat (4)) ditegaskan bahwa dalam hal Wajib Pajak yang tidak mengikuti program Pengampunan Pajak dan Direktr Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh, maka atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut, paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak ini berlaku, serta akan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Siapakah Yang Dapat Mengikuti Pengampunan Pajak?

Yang dapat mengikuti kebijakan pengampunan pajak ini adalah:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. Wajib Pajak Badan
  3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
  4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Siapakah Yang Tidak Dapat Mengikuti Pengampunan Pajak?

Wajib Pajak yang dikecualikan dan tidak dapat mengikuti program Pengampunan Pajak ini adalah:
  1. Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (status P-21),
  2. Wajib Pajak yang sedang dalam proses peradilan, atau
  3. Wajib Pajak yang sedang menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Apa Persyaratan Untuk Mengikuti Pengampunan Pajak?

Persyaratan Wajib Pajak yang dapat mengikuti program Pengampunan Pajak ini adalah:
  1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. membayar Uang Tebusan;
  3. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
  4. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
  5. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  6. mencabut permohonan: o pengembalian kelebihan pembayaran pajak; o pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang; o pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar; o keberatan; o pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan; o banding; o gugatan; dan/atau o peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Kapan dan Berapa Lama Masa Berlakunya Pengampunan Pajak?

Pengampunan Pajak mulai berlaku sejak diundangkan sampai dengan 31 Maret 2017, dan pelaksanaannya terbagi ke dalam 3 (tiga) periode, yaitu:
  1. Periode I: mulai tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
  2. Periode II: mulai tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
  3. Periode III: mulai tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
Apa Objek Pengampunan Pajak?

Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya melalui Surat Pernyataan. Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam mengikuti Pengampunan Pajak ini adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Kemana Saya Harus Mengajukan Pengampunan Pajak?

Wajib Pajak yang akan memperoleh Pengampunan Pajak harus harus mengajukan Surat Pernyataan Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan dengan membawa Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Bagaimana Cara Pengajuan Pengampunan Pajak?

1. Wajib Pajak datang ke KPP

Wajib Pajak mendatangi KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri Keuangan untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan.

Kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan adalah: o bukti pembayaran Uang Tebusan; o bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak; o daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan; o daftar Utang serta dokumen pendukung; o bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan; o fotokopi SPT PPh Terakhir; dan o surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak o surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi; o melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi; o surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM

2. Wajib Pajak membayar Uang Tebusan dan Tunggakan Pajak

Selain melengkapi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan, Wajib Pajak membayar Uang Tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan atau Penyidikan.

3. Penyampaian Surat Pernyataan ke KPP

Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.

4. Menerima tanda terima Surat Pernyataan

Setelah menyampaikan Surat Pernyataan ke KPP, Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.

5. Surat Keterangan Pengampunan Pajak

Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima.

6. Penyampaian Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali.

Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan

Bagaimana Cara Menghitung Besarnya Uang Tebusan Pengampunan Pajak?

Besarnya Uang Tebusan = Tarif x Dasar Pengenaan
Dasar Pengenaan = Nilai Wajar Harta Yang Diungkap - Nilai Harta Terkait dengan Harta Yang Diungkap

Berapa Besarnya Tarif Uang Tebusan Pengampunan Pajak?

Untuk Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang berada di Dalam Negeri yang diungkapkan (deklarasi di Dalam Negeri) dan Harta yang Berada di Luar Negeri yang dibawa ke Dalam Negeri (repatriasi) tarifnya terbagi menjadi:
  1. 2% untuk periode 1 Juli 2016 s.d. 30 September 2016
  2. 3% untuk periode 1 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016
  3. 5% untuk periode 1 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017
Untuk Harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh yang berada di Luar Negeri yang diungkapkan dan tidak dibawa ke Dalam Negeri (deklarasi di Luar Negeri) tarifnya terbagi menjadi:
  1. 4% untuk periode 1 Juli 2016 s.d. 30 September 2016
  2. 6% untuk periode 1 Oktober 2016 s.d. 31 Desember 2016
  3. 10% untuk periode 1 Januari 2017 s.d. 31 Maret 2017
Untuk Wajib Pajak dengan peredaran usaha sampai dengan Rp 4.800.000.000 pada Tahun Pajak terakhir (sesuai dengan yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015), tarifnya adalah:
  1. 0,5% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan
  2. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 dalam Surat Pernyataan
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan tanggal 1 Juli 2016 s.d. tanggal 31 Maret 2017.
(c) http://syafrianto.blogspot.co.id