..Hubungi kami jika ingin script iklan Anda di Sini....

Dapatkan tiket antrian online sebelum datang ke Kantor Pajak

Mulai 1 September 2020 bagi Wajib Pajak atau masyarakat yang akan memperoleh layanan tatap muka secara langsung di setiap kantor pajak agar terlebih dahulu mendaftarkan secara online untuk dapatkan tiket nomor antrian.

Daftar Alamat Kantor Pelayanan Pajak Seluruh Indonesia

KPP masih tutup hingga tanggal 14 Juni 2020. Bagi Anda yang perlu layanan dari KPP, dapat dilakukan secara online. Berikut ini daftar nomor telepon dan alamat email dari masing-masing KPP yang dapat melayani secara online.

Perbaharui Sertifikat Digital PKP Anda

Bagi Anda yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), segera cek Sertifikat Digital Anda, dan apabila akan jatuh tempo, segeralah perbaharui supaya tetap dapat menerbitkan eFaktur.

Mulai 1 Juli 2016 Setor Pajak Harus Pakai eBilling

Mulai 1 Juli 2016, seluruh pembayaran PPh dan PPN hanya dapat dilakukan secara elektronik dengan eBilling. Pembayaran secara manual menggunakan Formulir SSP sudah tidak diterima lagi di Bank/Kantor Pos.

Semua PKP Harus Menerbitkan Faktur Pajak Gunakan eFaktur

Mulai 1 Juli 2016, Pengusaha Kena Pajak di seluruh Indonesia harus menggunakan eFaktur untuk menerbitkan Faktur Pajak.

Cara Pengajuan SKB PP 46 Tahun 2013

Bagi Wajib Pajak dengan Peredaran Bruto tertentu yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 1% dari omzet namun ternyata masih harus dipotong PPh yang bersifat tidak final oleh pihak pemberi penghasilan dapat mengajukan pembebasan dari pemotongan PPh tersebut.

Lapor SPT Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

Setiap tahun menjelang tanggal 31 Maret, maka sebagian besar masyarakat di Indonesia akan diingatkan untuk memenuhi salah satu kewajibannya sebagai warga yang tinggal dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, yaitu melaporkan pajak atas penghasilan yang diterima selama 1 tahun melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

Kewajiban Pembukuan Bagi Wajib Pajak Badan dengan Omzet Di Bawah Rp 4,8 Miliar

sesuai ketentuan, Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar dan memenuhi kriteria sebagai Wajib dengan peredaran usaha tertentu untuk menghitung PPh sebesar 1% dari peredaran usaha bruto tetap wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan Pasal 28 UU KUP.

Formulir SPT Masa PPh Pasal 21 Terbaru untuk Tahun 2014

mulai 1 Januari 2014, bentuk Formulir 1721 (SPT Masa PPh Pasal 21/26) ini akan mengalami perubahan. Perubahan juga terjadi dalam hal tata cara pelaporannya. Perubahan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-14/PJ/2013 tanggal 18 April 2013

Kumpulan Peraturan Perpajakan

Daftar Peraturan Perpajakan terbaru dapat dibaca di artikel berikut.

Blog Tax Learning Terus Di-Update

Penulis menyadari bahwa tampilan lama blog Tax Learning sangat tidak menarik. Selain itu, beberapa fasilitas upload dokumen yang dimanfaatkan Penulis mengalami kendala seperti situs Multiply (yang sudah ditutup) dan situs Ziddu (saat ini semakin banyak virus dan spam). Untuk itu, Penulis berusaha untuk meng-update blog ini.

Selamat Atas Peresmian MRT Jakarta

Selamat atas peresmian angkutan masal cepat MRT Jakarta. Mari kita ciptakan budaya baru yang modern dalam menggunakan MRT Jakarta, yaitu budaya tertib, tepat waktu, menjaga kebersihan, dan keamanan transportasai umum kita.

Selamat Untuk Kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018

Selamat untuk kontingen Indonesia di Asian Games dan Asian Para Games 2018 yang sukses melampaui target dan menjadi juara. Indonesia Emas.

Sabtu, 01 Oktober 2016

Catatan atas Pelaksanaan Pengampunan Pajak Periode Pertama

Pelaksanaan Pengampunan Pajak Periode Pertama telah berakhir kemarin tanggal 30 September 2016. Selama 3 bulan pelaksanaannya, para Petugas Pajak, Wajib Pajak dan pihak-pihak yang terkait dalam membantu Wajib Pajak menyiapkan Surat Pernyataan Harta Pengampunan Pajak (seperti konsultan pajak, akuntan publik, konsultan jasa akuntansi, karyawan dan staf Wajib Pajak dan lainnya) telah bersusah payah dalam menyiapkan dan memberikan pelayanan penerimaan penyampaian Surat Pernyataan Harta Pengampunan Pajak. Bahkan sampai harus bekerja dengan tambahan waktu (lembur) seperti yang dialami oleh para Petugas di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, karyawan dan staf Wajib Pajak dan para konsultan pajak.

Hingga 30 September 2016, secara bersama-sama antara Pemerintah (khususnya seluruh jajaran pegawai di Direktorat Jenderal Pajak) dan Wajib Pajak berhasil mewujudkan program Pengampunan Pajak untuk periode pertama ini dengan capaian yang cukup menggembirakan. Walaupun diwarnai dengan beberapa kekurangan dalam memberikan pelayanan kepada para Wajib Pajak yang akan menyampaikan Surat Pernyataan Harta, proses pelaksanaan Pengampunan Pajak ini dapat dikatakan berhasil. Berikut ini adalah data realisasi penerimaan Pengampunan Pajak hingga 30 September 2016 yang penulis peroleh dari Dashboard Amnesti Pajak di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak:

Realisasi penerimaan berdasarkan Surat Setoran Pajak yang diterima adalah:
  1. Uang Tebusan Pengampuan Pajak sebesar Rp 93,74 triliun
  2. Setoran Penghentian Pemeriksaan Bukti Permulaan sebesar Rp 0,35 triliun
  3. Pembayaran Tunggakan Pajak sebesar Rp 3,06 triliun
  4. Sehingga totalnya adalah sebesar Rp 97,16 triliun

Sedangkan realisasi berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) yang telah disampaikan:
  1. Jumlah Surat Pernyataan Harta (SPH) sebanyak 372.110 SPH
  2. Jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan SPH sebanyak 366.768 WP
  3. Jumlah Harta sebesar Rp 3.620,47 triliun
  4. Jumlah Tebusan berdasarkan SPH yang diterima sebesar Rp 89,15 triliun
Penulis memberikan apresiasi dan penghargaan yang besar atas kesungguhan rekan-rekan di jajaran Direktorat Jenderal Pajak selama 3 bulan ini membuka pelayanan penerimaan SPH bahkan pada hari Sabtu dan Minggu, serta di hari-hari terakhir bahkan di beberapa kantor membuka pelayanan hingga tengah malam. Di bawah tekanan tinggi seperti kendala sulitnya mengupload file Daftar Harta dan Utang ke dalam server Amnesti Pajak, membludaknya Wajib Pajak yang akan menyampaikan SPH, harus bekerja di luar jam kerja, hingga komplain dari Wajib Pajak atas pelayanan yang diberikan kepada mereka.

Mulai hari ini hingga 31 Desember 2016 kita memasuki periode kedua Pengampunan Pajak. Setelah itu masih ada periode ketiga (terkahir) yang akan berakhir pada tanggal 31 Maret 2017. Semoga dalam setengah tahun ke depan ini, Direktorat Jenderal Pajak dapat terus memperbaiki segala kekurangan yang timbul pada periode pertama, sehingga proses Pengampunan Pajak selanjutnya akan lebih lancar dan target yang dibebankan kepada Direktorat Jenderal Pajak ini juga akan tercapai.

Jumat, 30 September 2016

Periode Pertama Tax Amnesty Berakhir Hari Ini

Hari ini, Jumat, 30 September 2016 adalah hari terakhir bagi Wajib Pajak yang akan menyampaikan Surat Pernyataan Harta (SPH) untuk mengikuti Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) periode pertama. Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016, mulai tanggal 1 Oktober 2016 penyampaian SPH sudah memasuki periode kedua, dimana besarnya tarif Uang Tebusan akan naik menjadi:
  1. Untuk deklarasi Dalam Negeri dan Repatriasi, tarif uang tebusannya adalah 3%;
  2. Untuk deklarasi Luar Negeri, tarif uang tebusannya adalah 6%

Beberapa hari terakhir beredar kabar di masyarakat bahwa periode pertama tax amnesty diperpanjang hingga tanggal 31 Desember 2016. Namun kabar yang beredar ini sebenarnya adalah kabar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena sebenarnya batas waktu penyetoran Uang Tebusan dan Penyampaian Surat Pernyataan Harta untuk periode pertama adalah tetap pada tanggal 30 September 2016. Hanya saja apabila Wajib Pajak yang menyampaikan SPH hingga tanggal 30 September 2016 dan ternyata mengalami beberapa kendala dan kekurangan dokumen yang harus disampaikan (seperti surat pernyataan atau dokumen pendukung), maka dokumen-dokumen ini dapat disusulkan dan kepada Wajib Pajak hanya diberikan tanda terima sementara dahulu.

Oleh sebab itu, bagi Wajib Pajak yang ingin mengikuti program tax amnesty periode pertama, maka perlu dicatat bahwa batas waktu penyetoran dan penyampaian SPH adalah hari ini tanggal 30 September 2016. Sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak pada hari ini akan tetap melayani Wajib Pajak hingga pukul 23.59 waktu setempat dengan catatan apabila antrian Wajib Pajak yang melaporkan masih sangat panjang.

Jumat, 12 Agustus 2016

Jenis Asuransi Yang Harus Dilaporkan Sebagai Harta

Saat ini hampir seluruh masyarakat di Indonesia sangat antusias dengan Program Amnesti Pajak (Pengampunan Pajak) yang sedang berjalan. Antusiasme yang timbul dari masyarakat untuk mengikuti Program Amnesti Pajak ini adalah akibat masih banyaknya Wajib Pajak yang kurang melaporkan harta yang dimilikinya dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi mereka. Akibat dari kurang dilaporkannya harta di dalam SPT tersebut dapat mengakibatkan bahwa Wajib Pajak tersebut akan dianggap kurang melaporkan penghasilannya apabila suatu saat nanti diketemukan adanya harta yang belum dilaporkan oleh pihak aparat pajak (fiskus).

Kekurangan pelaporan harta yang dilakukan oleh Wajib Pajak ini sebagian mungkin disebabkan oleh faktor kesengajaan dari Wajib Pajak sendiri untuk tidak melaporkan hartanya karena berniat untuk menyembunyikan penghasilannya supaya tidak dikenakan pajak, atau dapat juga disebabkan karena adanya faktor ketidakmengertian dari Wajib Pajak akan kriteria dan definisi harta yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Pembayaran Asuransi Sebagai Harta

Beberapa waktu ini Penulis banyak sekali mendapatkan pertanyaan dari Pembaca Setia Tax Learning mengenai apakah asuransi yang mereka miliki adalah termasuk sebagai harta dan harus dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pada bagian Harta. Karena ternyata saat ini hampir sebagian besar Wajib Pajak tidak menyadari bahwa ada jenis asuransi yang dimilikinya tersebut adalah merupakan harta dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Pada tulisan berikut ini, penulis akan mengulas mengenai jenis asuransi apakah yang dapat dikategorikan sebagai harta dan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Penegasan Asuransi sebagai Harta

Memang dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, tidak menjelaskan mengenai definisi harta, namun hanya mencontohkan jenis-jenis harta. Sejak tahun pajak 2014, barulah dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2014 ditetapkan adanya kelompok-kelompok harta berdasarkan kode harta yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2014. Namun kelompok-kelompok harta yang ditetapkan ini juga tidak menyebutkan adanya harta yang berupa asuransi. Sehingga biasanya jika ada harta berbentuk asuransi, oleh Penulis dikelompokkan ke dalam kode harta 039 yaitu Investasi Lainnya.

Jenis-Jenis Asuransi

Berdasarkan penelusuran Penulis dari beberapa artikel di internet, jenis-jenis asuransi yang ada terdiri dari (sumber: https://www.cermati.com/artikel/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia-apa-saja, http://www.artikel.web.id/asuransi/jenis-jenis-asuransi-di-indonesia.html dan https://www.cermati.com/artikel/asuransi-jiwa-terbaik-apa-dan-bagaimana-memilihnya):

1. Asuransi Jiwa

Asuransi Jiwa terbagi menjadi jenis asuransi yang akan memberikan pembayaran pada saat tertanggung meninggal dunia atau jenis asuransi yang memungkinkan tertanggung untuk mengklaim dana sebelum meninggal dunia.

2. Asuransi Kesehatan

Asuransi kesehatan merupakan produk asuransi yang menangani masalah kesehatan tertanggung karena suatu penyakit serta menanggung biaya proses perawatan. Umumnya, penyebab sakit tertanggung yang biayanya dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi adalah cedera, cacat, sakit, hingga kematian karena kecelakaan.

3. Asuransi Kendaraan

Asuransi kendaraan adalah jenis asuransi untuk perlindungan kendaraan bermotor dari risiko kehilangan, kerusakan mobil tertanggung maupun mobil pihak ketiga yang diakibatkan oleh mobil tertanggung.

4. Asuransi kepemilikan Rumah Dan Properti

Asuransi jenis ini akan memberikan perlindungan kepada pemilik rumah untuk melindungi diri dan aset miliknya yang bisa berupa rumah atau properti pribadi. Asuransi ini memberikan proteksi terhadap kehilangan atau kerusakan yang mungkin terjadi pada barang-barang tertentu milik pribadi tertanggung. Asuransi ini juga melindungi dan memberikan keringanan bilamana rumah atau properti tertanggung lainnya mengalami musibah seperti kebakaran.

5. Asuransi Pendidikan

Asuransi jenis ini akan memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik terutama pada aset pendidikan anak. Biaya premi yang harus dibayarkan tertanggung kepada perusahaan asuransi berbeda-beda sesuai dengan tingkatan pendidikan yang ingin didapatkan nantinya.

6. Asuransi Bisnis

Asuransi ini merupakan layanan proteksi terhadap kerusakan, kehilangan, maupun kerugian dalam jumlah besar yang mungkin terjadi pada bisnis seseorang. Asuransi ini memberikan penggantian dari kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran, ledakan, gempa bumi, petir, banjir, angin ribut, hujan, tabrakan, hingga kerusuhan. Perusahaan asuransi biasanya menawarkan berbagai macam manfaat dari asuransi bisnis seperti perlindungan terhadap karyawan sebagai aset bisnis, perlindungan investasi dan bisnis, asuransi jiwa menyeluruh untuk seluruh karyawan, hingga paket perlindungan asuransi kesehatan bagi karyawan.

7. Asuransi Umum

Asuransi umum atau general insurance merupakan proteksi terhadap resiko atas kerugian maupun kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum pada pihak ketiga. Jaminan asuransi umum ini sifatnya jangka pendek (biasanya sekitar satu tahun).

8. Asuransi Perjalanan

Manfaat dan perlindungan yang akan diperoleh dari asuransi ini antara lain mendapat proteksi dan penanggungan biaya untuk kecelakaan yang menimpa pembeli premi, santunan kecelakaan pribadi, tanggungan biaya pengobatan darurat, pemulangan jenazah, evakuasi medis, hingga proteksi terhadap barang-barang bawaan yang memiliki resiko hilang atau rusak.

Dari keseluruhan jenis-jenis asuransi tersebut di atas, pada umumnya asuransi terbagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu asuransi yang bersifat sebagai expense (biaya) dan asuransi yang bersifat sebagai investasi.

Ciri-ciri asuransi yang berbentuk biaya adalah pihak tertanggung yang mengikuti asuransi tersebut membayarkan premi asuransi hanyalah untuk jaminan apabila terjadi suatu kejadian sesuai dengan yang ditanggung oleh asuransi tersebut. Ketika terjadi kejadian, maka perusahaan asuransi akan membayarkan klaim asuransi kepada Tertanggung maupun Ahli Warisnya. Peserta asuransi jenis ini tidak akan memperoleh pembayaran apapun apabila tidak mengalami kejadian sesuai yang ditanggung oleh asuransi tersebut. Contoh asuransi jenis biaya ini adalah asuransi kesehatan, asuransi perjalanan, asuransi umum, asuransi bisnis, asuransi rumah/properti, asuransi kendaraan bermotor.

Sedangkan ciri-ciri asuransi yang berbentuk investasi, biasanya premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi sebagian akan dialokasikan sebagai premi untuk tanggungan asuransi serta sebagaian lagi akan ditempatkan sebagai investasi yang kelak ketika asuransi tersebut telah jatuh tempo, pihak Tertanggung (peserta asuransi) akan memperoleh return (pengembalian) dari investasi yang telah ditanamkan dalam asuransi tersebut yang biasanya disebut sebagai unit link. Contoh asuransi jenis investasi ini antara lain: asuransi pendidikan, asuransi jiwa, asuransi kesehatan berbentuk unit link.

Simpulan

Jika melihat dari jenis dan manfaat yang akan diperoleh dari asuransi, maka untuk asuransi yang berbentuk investasi dapat dikategorikan sebagai Harta dan perlu dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya. Porsi pembayaran premi asuransi yang dialokasikan sebagai investasi harus diakui sebagai harta dan dilaporkan dalam Bagian Harta pada SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Sedangkan pembayaran premi asuransi untuk jenis biaya tidak perlu diakui sebagai harta, karena dengan sendirinya pembayaran premi asuransi tersebut akan menjadi hangus (hanya sebagai biaya saja) apabila tidak ada kejadian yang dialami oleh pihak Tertanggung.

Namun apabila pihak Tertanggung mengalami kejadian sesuai dengan risiko yang ditanggung oleh asuransi tersebut dan memperoleh klaim asuransi, maka atas pembayaran klaim asuransi tersebut akan diakui sebagai Penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan.
(c) http://syafrianto.blogspot.co.id

Jumat, 05 Agustus 2016

Instruksi Penghentian Pemeriksaan Untuk Mendukung Pelaksanaan Pengampunan Pajak

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, maka pada tanggal 3 Agustus 2016 Direktur Jenderal Pajak menerbitkan instruksi terkait dengan pemeriksaan pajak melalui Instruksi Nomor Ins-03/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Dalam instruksi yang ditujukan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, seluruh Kepala Kantor Wilayah Direktoran Jenderal Pajak, dan seluruh Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak untuk:

Tidak menerbitkan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan dan/atau Surat Perintah Pemeriksaan baru sejak tanggal 3 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2017, kecuali atas Pemeriksaan SPT Lebih Bayar Restitusi atau Pemeriksaan yang terkait dengan pelayanan kepada Wajib Pajak.

Terhadap Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan yang telah diterbitkan namun pemeriksaannya belum dimulai, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) diminta untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. Mengusulkan pembatalan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan;
  2. Pembatalan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak sesuai tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan;
  3. Penandatanganan pembatalan Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan ini dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan terhadap Instruksi Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan; serta Kepala Kantor Wilayah DJP terhadap Instruksi/Persetujuan/Penugasan Pemeriksaan yang diterbitkan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan Pajak, Kepala UP2 memberikan informasi kepada Wajib Pajak tentang kebijakan Pengampunan Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak yang sedang diperiksa ini mengikuti kebijakan Pengampunan Pajak, pelaksanaan Pemeriksaan ditindaklanjuti sesuai tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak.

Laporan Penghentian Pemeriksaan dalam rangka Pengampunan Pajak dihitung sebagai kinerja pemeriksaan Tim Pemeriksa Pajak dengan perhitungan bobot konversi laporan sebesar 100% dari bobot konversi sesuai ketentuan dalam Surat Edaran yang mengatur mengenai Rencana, Strategi, dan Pengukuran Kinerja Pemeriksaan.

Uang tebusan yang diperoleh dari Wajib Pajak yang Pemeriksaannya dibatalkan atau dihentikan dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak dihitung sebagai kenerja Pemeriksaan.

Instruksi ini berlaku sejak tanggal 3 Agustus 2016 hingga 31 Maret 2017.

Sabtu, 30 Juli 2016

Formulir Yang Digunakan Untuk Pengampunan Pajak

Untuk mengikuti Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus mengajukan Surat Pernyataan Harta. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ditegaskan bahwa Surat Pernyataan Harta adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta bersih, serta penghitungan dan pembayaran Uang Tebusan. Lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 diatur bahwa Pengampunan Pajak diberikan kepada Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan Harta.

Lalu bagaimanakah bentuk Surat Pernyataan Harta itu? Ternyata bentuk Surat Pernyataan Harta ini berbeda dengan bentuk SPT yang kita kenal selama ini. Surat Pernyataan Harta ini terdiri dari 1 lembar formulir induk yang disertai dengan beberapa formulir lampirannya.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 diatur mengenai bentuk dari Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya. Walaupun bentuk formulir Surat Pernyataan Harta ini telah dipublish di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id), namun ternyata sampai dengan saat ini masih banyak Wajib Pajak yang akan mengikuti Pengampunan Pajak ini masih bingung dalam mencari bentuk dari formulir Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya ini.

Sehingga untuk memudahkan bagi para Pembaca Setia Tax Learning, maka berikut ini penulis sajikan template dari formulir-formulir Pengampunan Pajak tersebut. Seluruh formulir ini harus dicetak (print) di atas kertas ukuran Folio (8,5’ x 13’) dengan berat kertas minimal 70 gram. Khusus untuk Template Daftar Harta dan Utang yang harus disajikan juga dalam bentuk softcopy, harus disimpan dalam file excel 2013 (ekstensi *.xlsx).

Template Formulir Pengajuan Pengampunan Pajak

1. Formulir Surat Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak - Induk
2. Template Daftar Harta dan Utang – untuk Manual dan Softcopy
3. Permohonan SKB PPh atas Pengalihan Hak atas Saham
4. Permohonan SKB PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan
5. Surat Permintaan Informasi Tertulis Mengenai Jumlah Pajak yang Tidak atau Kurang Dibayar:
- Untuk Wajib Pajak Badan
- Untuk Wajib Orang Pribadi
6. Surat Permohonan Pencabutan atas Permohonan dan Pengajuan Upaya Hukum
7. Surat Pernyataan Besaran Peredaran Usaha
8. Surat Pernyataan Mencabut Permohonan dan Pengajuan
9. Surat Pernyataan Mengalihkan dan Menginvestasikan Harta Tambahan
10.Surat Pernyataan Tidak Mengalihkan Harta Tambahan dari Dalam Negeri ke Luar Negeri


Template Laporan

Selain itu, setelah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak, maka secara berkala Wajib Pajak yang telah mendapatkan Pengampunan Pajak harus membuat dan menyampaikan Laporan. Laporan ini harus disampaikan secara berkala setiap 6 bulan selama 3 tahun sejak pengalihan harta. Untuk periode Januari sampai dengan Juni, Laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli. Sedangkan untuk periode Juli sampai dengan Desember, laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 Januari.

Berikut ini adalah format dari laporan yang harus disampaikan tersebut.

  1. Laporan Penempatan Harta Tambahan yang Berada di Dalam Wilayah NKRI
  2. Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan